Welcome

Welcome

Jumat, 07 Agustus 2015

Lembar kedua Birunya langit Cinta : Ketika awan kelam semakin menghitam

Andy menggeliat saat dia merasa seseorang mengguncang tubuhnya. Sayup-sayup dia mendengar suara lembut Ibunya yang membangunkannya. Ketika Andy melihat jam meja yang dia letakkan diatas meja dekat tempat tidurnya, dia mengubah posisi tidurnya jadi telungkup sambil menggumam, “Ten minute, Mom.”
“Ten minute? Sekarang sudah hampir pukul sebelas tiga puluh, mau sampai kapan kamu tidur, Andy?” Ibu Khaula menarik selimut yang menyelubungi tubuh putranya. Ditariknya tangan Andy agar segera bangun. Tapi karena tubuh putranya terlalu besar dan kuat, Ibu Khaula sampai tidak sanggup untuk menariknya.
Oh, Mom. Please, don’t bother meI’m tired!”
“Pulang jam berapa kamu semalam? Mommy menunggu kamu sampai pukul satu tapi kamu belum pulang juga, habis pesta lagi?”
Tidak ada jawaban, hanya terdengar geraman kesal yang keluar dari tenggorokan Andy. Saat putranya akan kembali tidur, Ibu Khaula kembali menarik tangan putranya.
Dengan terpaksa Andy pun duduk diatas tempat tidurnya sambil mengerjapkan matanya. Rambutnya yang berantakan dengan mata layu sama sekali tidak menghilangkan ketampanan wajahnya. Tubuhnya yang kekar mengingatkan Ibu Khaula pada suaminya. Andy memang pahatan asli Ayahnya.
“Since when do you care what time I come home?”
“I’m your mother, I will always care about you, of course.”
“Bullshit!” Andy menukas marah.
“Andy.” Suara Ibu Lala kali ini terdengar sedih.
Dia tahu selama ini telah berbuat salah pada putra semata wayangnya. Sudah bertahun-tahun dia dan suaminya meninggalkan Andy, membiarkan Andy kecil hidup sendiri di Indonesia dan membiarkannya tumbuh tanpa perhatian dan kasih sayang.
“Maafkan Mommy, Mommy tahu ini semua salah Mommy dan Daddy, karena itu sekarang Mommy disini untuk memperbaiki semuanya.”
Memperbaiki? Andy menyeringai.
Sudah terlambat! Waktu tidak akan pernah kembali, dia sudah dewasa sekarang, takkan mungkin kembali menjadi kanak-kanak. Jika Ayah dan Ibunya sanggup mengembalikan masa kanak-kanaknya yang telah hilang, Andy mungkin bersedia untuk menerima kehadiran mereka kembali.
“Daddy tanya bagaimana dengan kuliahmu? Sudah hampir enam tahun kamu kuliah, kenapa masih belum lulus, memang untuk mendapatkan gelar sarjana saja harus selama itu?”
“Kalau di Indonesia, untuk mendapatkan gelar sarjana perlu waktu sepuluh tahun.” Andy menjawab asal-asalan.
Tentu saja dia berbohong, memangnya kuliah kedokteran sampai membutuhkan waktu yang lama? karena dia sebenarnya malas meneruskan kuliahnya. Kalau bukan karena tuntutan Ayahnya yang selalu meminta Andy untuk kuliah, mungkin dia tidak ingin kuliah. Dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk pesta bersama perempuan tentu saja. Karena itu sampai sekarang dia masih di tingkat akhir terus. Enggan dia mengakhiri masa kuliahnya. Teman-teman seangkatannya entah sudah pergi kemana.
“Sekarang kamu nggak kuliah?”
“Dosennya lagi cuti hamil.”
“Cuti hamil? Memangnya tidak ada asisten dosen?”
“Asdosnya juga sedang cuti hamil.”
“Astaga, masa dosen dan asdos sama-sama cuti hamil?” Andy sudah akan kembali tidur, tapi lagi-lagi Ibunya mencegah. “Bangunlah, sebentar lagi makan siang siap, apa perutmu tidak lapar.”
Digoda dengan makanan tentu saja Andy tergiur. Perutnya seketika langsung berbunyi. Untuk memenuhi tuntutan si lambung yang sudah mulai demonstrasi, mau tak mau Andy pun beranjak dari tempat tidurnya.
                                                                        ***
Ketika Andy turun untuk makan siang, tampak Ayahnya telah duduk disinggasananya. Wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan kegembiraan saat melihat anaknya muncul, padahal sudah bertahun-tahun mereka tak bertemu. Tidakkah dia merasa rindu pada anak tunggalnya? Ataukah dia memang sama sekali tak pernah rindu, karena itu dia tenang-tenang saja meninggalkan putranya seorang diri sementara ia bersenang-senang di negera orang.
Andy belum pernah menemukan orang tua yang meninggalkan anaknya yang masih berusia sepuluh tahun seorang diri di rumah, tapi orang tuanya tega meninggalkan anaknya seorang diri di sebuah Negara sementara mereka berada di Negara berbeda. Bukan hanya sekedar berada di Negara yang berbeda tetapi berada di Benua yang berbeda!
“Sudah jam berapa ini? matahari sudah sampai diatas kepala, kamu baru bangun?” Andy sama sekali tidak memerdulikan komentar Ayahnya. Dia menghempaskan bokongnya diatas kursi makan lalu dia membalikkan piring yang telungkup diatas meja. Dengan penuh perhatian Ibunya mengisi piring Andy dengan nasi.
Tumis kangkung. Tempe goreng. Sambal goreng ati dengan potongan petai. Dan telur mata sapi. Benar-benar tradisional sekali, makanan khas sunda yang sangat digemari oleh Ayahnya. Tampaknya sang Ayah tercinta telah sangat merindukan masakan made in Indonesia. Atau karena sudah terlalu banyak menumpuk kolesterol ditubuhnya, makanya ia kembali ke masakan Indonesia yang rendah kolesterol?
“Apa seperti ini hidupmu sehari-hari, pulang pagi, bangun siang, malam kamu jadikan siang, siang kamu jadikan malam, memangnya kamu mau belajar jadi kelelawar?”
Kata-kata Ayahnya seakan menjadi angin lalu bagi Andy, dia sama sekali tidak menghiraukannya. Dia sibuk menikmati makan siangnya. Sudah lama juga dia tidak pernah menikmati masakan rumah, apalagi menikmati masakan Ibunya, ingat makan pun para asisten rumah tangga di rumahnya pasti akan merasa sangat gembira.
Tidak disangka, masakan Ibunya sangat lezat, persis seperti buatan Neneknya, ia pandai juga mengolah masakan Indonesia, dalam hidupnya mungkin ini pertama kali Andy menikmati masakan Ibunya. Tapi Andy merasa skeptis, mungkin saja ini akan menjadi yang pertama sekaligus terakhir untuknya menikmati masakan lezat ini.
“Bagaimana dengan kuliahmu? Bukankah seharusnya tahun ini sudah selesai?”
“Belum.” Andy menyahut datar.
“Memangnya berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menempuh gelar sarjana?”
“Selama yang aku mau.” Lagi-lagi Andy menjawab asal-asalan.
“Andy! Daddy serius bertanya padamu, kenapa dari tadi kamu seperti tidak mau mengobrol dengan Daddy? Daddy hanya ingin tahu kehidupan kamu sekarang seperti apa, kalau seperti ini caramu menjalani kehidupanmu, sebaiknya kamu ikut Daddy ke Amerika, kita hidup bersama-sama sebagai keluarga disana.” Pak Jacob menggenggam tangan putranya berharap putranya meluluhkan hati dan sudi mengikuti kata-katanya. “Kamu lanjutkan study-mu hingga S3, lalu kita buka bisnis baru disana, kita bisa bekerja sama sebagai Ayah dan anak, dan kamu juga bisa mendapatkan banyak perempuan cantik-cantik disana, bule-bule disana sangat menarik, kamu mau punya pacar tiga, lima, atau berapapun yang kamu mau, terserah.”
Andy geram sekali mendengar kata-kata Ayahnya, tiba-tiba saja selera makannya jadi hilang. Dia merasa perutnya terpilin-pilin, sama sekali tidak bisa mencerna makanan yang telah masuk. Dengan berang Andy lalu mengangkat piringnya dan membantingnya ke lantai. Suara pecahan piringnya sampai membuat kedua orang tuanya terperanjat.
“Jangan suka mengganggu selera makan orang!” tukasnya bengis. “Lagipula, apa maksudmu ingin mengatur hidupku? Ingin kita kembali menjadi keluarga kau bilang? aku tak pernah punya keluarga! Selama lima belas tahun ini aku sudah tidak pernah lagi punya orang tua! Sudah terlalu terlambat untuk aku, kau dan dia…” Dengan tanpa perasaan dia mengarahkan telunjuknya, menuding pada Ibunya. “kembali seperti dulu lagi, hatiku sudah mati rasa! Yang harus kau lakukan sekarang, jangan pernah mendikte hidupku! Aku mau melakukan apapun, terserah aku! Dan sebaiknya kalian berdua enyah dari hadapanku!”
Dengan perasaan marah, Andy lalu pergi dari meja makan. Dia melangkah ke arah lemari es karena ingin memenuhi perutnya yang masih terasa lapar dengan bir yang telah dia simpan sebagai persediaan. Tapi dia terkejut saat melihat isi lemari es telah berganti dengan bahan makanan dan berkaleng-kaleng birnya telah hilang.
“Bi Ginah! Bi Ginah! Kamu kemanakan birku!” teriak Andy murka.
“Birmu sudah Mommy buang, memangnya setiap hari kamu meminum itu? Bagaimana dengan kesehatanmu?”
Hatinya yang sudah terlanjur marah semakin bertambah berang saat mengetahui Ibunya sudah membuang habis bir persediaannya. Dibantingnya pintu lemari es sekuat tenaga untuk melampiaskan kemarahannya. Andy lalu merampas kunci motor yang tergeletak diatas lemari es dan segera pergi dari rumahnya.
Pak Jacob hanya terdiam melihat kemarahan putranya. Luka hatinya memang terlalu sulit untuk diobati. Rentang waktu selama lima belas tahun terlalu panjang untuk dihabiskan oleh putra tunggalnya bersama luka yang terus melebar setiap hari. Tapi Pak Jacob sama sekali tidak menyalahkan Andy, karena memang dialah yang salah, bukan putranya.
“Dad, bagaimana ini? Andy tampaknya tidak menerima kehadiran kita,” keluh istrinya sedih. Tangannya bergetar saat ia merapikan pecahan piring dilantai, setetes air mata jatuh ke atas pecahan piring.
Bagaimana mereka bisa memperbaiki kesalahan yang telah lalu jika putranya sendiri pun terlihat enggan untuk memperbaikinya.
“Suka atau tidak suka, kita tetap akan disini, sudah cukup kita telah membuat hatinya terluka selama ini, kehadiran kita mungkin akan memperparah lukanya tapi kita harus mengambil hati Andy kembali.”
“Tentu saja, Andy anak kita satu-satunya, tak mungkin kita terus mengabaikannya seperti dulu, walaupun Andy akan terus-terusan menolak tapi Mommy tetap akan berusaha mendekatinya.”
                                                                        ***
Bobby keheranan saat melihat tengah bolong begini Andy muncul di rumahnya. Tidak seperti biasanya siang hari dia keliaran diluar rumah, jadwal rutinnya jam segini dia paling sedang menghabiskan waktunya main game dirumahnya sambil ditemani bir dan sepiring kacang kulit atau sekedar meladeni telepon pacar-pacarnya yang seabreg banyaknya sambil menonton televisi. Lalu saat sore menjelang dia akan bersiap-siap untuk kencan dengan kekasihnya.
“Ada apa, Sob?” Siang-siang begini tumben sudah bangun. Ingin sekali dia mengatakan kalimat itu pada Andy, tapi melihat mendungnya wajah pria itu, dia urung mencandainya.
“Si tua bangka itu ada dirumah,” jawab Andy sambil membanting tubuhnya diatas tempat tidur kawannya.
Bobby hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar sebutan pedas pada Ayahnya sendiri. Tetapi dia juga tidak bisa menegur Andy, salahkah Andy bila dia kemudian menjadi sangat benci pada kedua orang tuanya setelah bertahun-tahun kedukaan yang mereka berikan pada sang putra semata wayang?
Bobby membiarkan Andy rebahan di tempat tidurnya dan kembali menekuni majalahnya tanpa berminat menanyakan kelanjutan cerita apapun tentang orang tua Andy. Dia tahu Andy takkan senang jika ditanya ini-itu soal keluarganya yang berantakan.
Sejak Andy berusia sepuluh tahun, keluarganya memang sudah berantakan. Kedua orang tuanya sempat bercerai setelah diketahui Ayahnya sempat memiliki istri lain. Ibunya yang tak tahan dengan kelakuan Ayahnya lalu memuntut cerai. Mereka pun berpisah setelah berbulan-bulan melalui hari-hari dengan berbagai pertengkaran dan menyisakan luka dihati Andy.
Setelah perceraian itu Ibunya menikah lagi dengan laki-laki yang usianya sepuluh tahun lebih muda. Entah apa yang diharapkan Ibunya dari pemuda yang baru berusia dua puluh tahun itu, sampai kemudian dia ketahuan hanya ingin menghabiskan harta Ibunya saja. Dia menguras habis harta Ibunya. Perlakuannya pada Andy pun tidak pernah baik, dia sering memukuli Andy. Hingga kemudian mereka pun akhirnya bercerai begitu saja.
Karena masih saling mencintai setelah dua tahun berpisah, kedua orang tua Andy memilih untuk kembali lagi. Dengan sebuah janji tertulis dan bersegel Ayahnya tidak akan selingkuh lagi. Lalu mereka sama-sama tinggal di Amerika dan meninggalkan Andy di Indonesia bersama dengan Pamannya. Andy sudah tidak merespon kembalinya mereka karena hatinya terlanjur mati rasa pada Ayah dan Ibunya.
Sebelum perceraian itu, Andy memang tak pernah merasa punya cinta pada Ayahnya. Baginya Ayahnya yang workaholic dan jarang berada dirumah hanya ada dan tiada. Dia malah lebih dekat dengan Paman dan Kakeknya. Tapi sejak Kakeknya meninggal dan Pamannya disibukkan dengan perusahaan warisan sang Kakek yang ditinggalkan Ayahnya, Andy jadi sendirian. Dia pun mencari kesenangan diluar dengan caranya sendiri.
Pada Ibunya, Andy pun tidak terlalu respect, walau dia pernah hidup bersama dengan Ibunya tapi sejak Ibunya lebih memerdulikan suami mudanya itu, Andy jadi semakin membenci Ibunya. Ibunya bahkan tidak perduli meski Andy ditampar oleh Ayah tirinya didepan matanya hanya dengan dalih untuk mengajarkan Andy. Apa yang diajarkan oleh orang tua pada anaknya dari sebuah tamparan.
Bobby mengetahui itu semua karena dia merupakan teman Andy ketika kecil dan kebetulan mereka seusia, walaupun mereka memulai kuliah diusia berbeda, sebelumnya Bobby merupakan tetangga Andy dan Bobby tahu persis seperti apa berantakannya keluarga Andy. Dia sering mendengar Andy dipukuli Ayah tirinya dan melihat Andy melompat pagar untuk kabur dari rumah dan entah pergi kemana.

Namun meski mereka sudah mengenal sejak kecil, mereka baru menjadi sahabat dekat sejak Andy tak kunjung mau kuliah hingga membuatnya menjadi teman sekelas. Keluarganya yang berantakan membuat Andy tak pernah bersahabat dengan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar