Welcome

Welcome

Selasa, 28 Juli 2015

Sesal

Doddy terkejut ketika dia sedang mengendarai mobil Honda Jazz kesayangannya dia melihat sesosok pria tertidur di jalan. Buru-buru dia menginjak rem sebelum mobilnya melindas tubuh yang terbaring itu.
Apa-apaan sih bapak itu tidur di jalanan! Kalau sampai dia tertabrak bagaimana! Rutuknya kesal. Apa dia sudah terlalu mabuk sampai tidak bisa bangun lagi? Atau jangan-jangan dia korban tabrakan dan tidak ada yang menolongnya?
Merasa penasaran Doddy keluar dari dalam mobilnya. Dihampirinya tubuh pria itu. Sekedar untuk mengetahui apa dia masih hidup atau mungkin sudah mati. Mudah-mudahan saja dia masih hidup jadi tidak usah sampai menyusahkan. Harus lapor polisi lah, menghubungi rumah sakit lah, jangan-jangan malah nanti dia jadi terseret-seret masalah lagi.
Perlahan Doddy membalikkan tubuh yang tertelungkup itu dan dia tersentak kaget. Hampir saja jantungnya melompat keluar. Keadaannya mengenaskan. Darah terus mengalir keluar membanjiri tubuhnya. Tubuh Doddy langsung gemetaran. Dihempaskannya kembali tubuh yang sudah terbujur kaku itu ke jalan lalu dia melangkah mundur selangkah demi selangkah.
Kedua tangannya sudah dibasahi darah. Pakaiannya juga. Darah itu tidak mau hilang. Padahal orang itu sudah mati kenapa darahnya masih terus mengalir? Doddy semakin ketakutan. Dia ingin pergi dari tempat itu tapi dia tidak bisa, kakinya seperti terpaku ke dasar bumi. Jangan kan untuk lari bahkan untuk melangkah pun sulit.
Wajah Doddy semakin memucat, seperti tidak dialiri darah. Dan kemudian dia tersentak kaget ternyata semuanya hanya mimpi. Dia lalu terbangun, di pegangi dahinya yang mengeluarkan banyak keringat. Bergegas Doddy turun dari tempat tidurnya segera pergi ke kamar mandi untuk mencucinya.
Hampir setiap malam sejak hari itu, dia terus memimpikan mayat laki-laki berlumuran darah. Mimpi itu selalu mengusik tidurnya. Membangunkannya. Tepatnya setelah dia menabrak laki-laki paruh baya yang menggunakan motor bebek tua. Dan ironisnya Doddy takut untuk bertanggung jawab. Dia lari tunggang-langgang usai mobilnya dengan kejam menabrak motor bebek itu. Pengemudinya jatuh terseret dan anak gadis yang menjadi penumpang terjatuh tak jauh dari motornya.
Doddy terlalu takut disuruh bertanggung jawab. Dia tidak mau menghabiskan hidupnya didalam penjara. Masa depannya masih panjang, jika dia menghabiskan separuhnya dalam penjara hanya akan menghancurkan masa depannya. Karena itu dia meminta bantuan ayahnya untuk menyembunyikannya. Tapi sekarang karena dia telah menjadi seorang pengecut. Dosa itu malah terus menghantui hidupnya. Membayang-bayangi sepanjang hidupnya. Rasa takut dan mimpi buruk tidak pernah dapat dihindarinya.
                                                                        ***
“Dod, kamu mau kemana?” Ibunya menyapa ketika melihat putranya menuruni tangga sambil mengenakan jaket bersiap hendak pergi. Anak itu kalau tidak ditanya tidak akan memberitahu kemana dia akan pergi.
“Doddy mau menemui Feni, Ma.”
“Menemui gadis itu lagi? Setiap hari kamu tidak pernah absen menemuinya.”
“Habis, dia anak yang menyenangkan, Ma, kalau sudah sama dia berjam-jam juga tidak pernah membosankan.”
Ibu Doddy tersenyum. Sudah dapat diperkirakan olehnya. Putra sulungnya ini sedang jatuh cinta. Dia pasti telah jatuh cinta pada gadis itu. Jarang-jarang Doddy berwajah begitu ceria meski hanya menyebutkan namanya.
“Kapan kamu mau mengenalkan dia pada Mama dan Papa?”
“Aku ragu apa mama akan menyukai dia, apalagi papa.”
“Loh kenapa? Kalau anak Mama menyukai gadis itu, kenapa Mama harus tidak menyukainya? Kalau soal papa, Mama bisa membujuk Papa.”
“Karena dia bukan anak orang kaya dan terpandang seperti yang Papa sukai, dia hanya anak pegawai negeri, ayahnya sudah meninggal dan ibunya yang janda harus membiayai hidupnya dan kakaknya dengan bekerja di perusahaan finance selain itu dia juga tuna netra.”
Ibu Doddy terkejut mendengar penjelasan putra sulungnya. Bukan karena gadis itu hanya anak seorang karyawan swasta yang sudah yatim tapi dia buta. Kenapa Doddy bisa menyukai gadis buta? Tanpa perlu dikenalkan pada ayahnya sudah pasti beliau menolak. Jangankan menyukai gadis buta, menyukai gadis yang tidak sederajat dengan mereka saja pasti Doddy akan ditentang.
Tapi ibu Doddy tidak bisa melarang putranya jatuh cinta. Kalau sudah ingin Doddy seperti itu pasti tidak akan bisa dilarang apalagi dalam urusan cinta. Melarang Doddy jatuh cinta sama saja menyuruh matahari esok terbit di barat. Lantas kalau sudah begitu bagaimana caranya memberitahu pada ayahnya? Doddy dan ayahnya sama-sama keras kepala.
                                                                        ***
“Doddy!” Wajah Feni berseri-seri mengetahui tamu yang datang adalah orang yang sejak tadi dinanti kehadirannya. Yang hampir setiap malam selalu hadir dalam mimpinya. Dan yang sudah membuatnya sering tidak bisa tidur karena terlalu banyak memikirkannya.
Doddy hanya tersenyum melihat Feni bisa menebaknya padahal dia tidak bisa melihat.
“Kok tahu sih aku yang datang?”
“Dari baunya juga sudah bisa ketebak, ini pasti Doddy.”
“Dari baunya atau kamu sudah memperkirakan kedatangan pujaan hatimu ini?” memerah wajah Feni di goda seperti itu oleh Doddy. Membuat Doddy jadi gemas ingin sekali mencubitnya dan ingin mengecupnya. Tapi tidak ingin dia melakukan hal seperti itu pada Feni. Gadis ini tidak pantas hanya sekedar untuk diambil sarinya lalu dibuang ampasnya. Dia gadis istimewa dan terlalu berarti untuk Doddy.
“Ayo masuk, Dod.” Feni menggerak-gerakkan tongkatnya meraba-raba sekitarnya.
Miris hati Doddy setiap kali melihat Feni yang seperti itu. Gadis itu cantik tapi kenapa harus buta? Feni memang tidak buta sejak lahir, dia hanya korban tabrak lari dua tahun silam. Kedua matanya menjadi korban karena kornea matanya rusak terkena pecahan kaca spion. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan itu. Feni terpaksa harus menunggu donor yang bersedia memberikan sepasang mata padanya jika dia ingin melihat lagi.
Doddy mengenal Feni setengah tahun lalu di sebuah taman ketika dia sedang jalan-jalan mencari udara segar. Tidak seperti biasanya memang Doddy sudi mampir ke taman. Di taman itu dia melihat seorang gadis sedang duduk sendirian, pandangannya lurus kedepan dan dia tidak bergerak sama sekali. Doddy merasa heran melihat gadis itu. Kenapa dia terus berada dalam posisi seperti itu selama bermenit-menit? Sekalipun sedang duduk biasanya dia akan melakukan gerakan-gerakan kecil seperti mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.
Barulah Doddy tahu dia buta saat seorang jambret merampas kalungnya. Begitu paniknya dia menyadari kalungnya hilang, tangannya berusaha menggapai-gapai mencari sesuatu namun yang tertangkap olehnya hanya angin. Dia berteriak meminta tolong lalu menangis. Tak ingin Doddy membiarkan gadis itu bersedih, dia lalu menghadang jambret yang berlari kearahnya. Untung saja dia karateka jadi dia bisa dengan mudah melumpuhkan jambret itu. Di kembalikannya kalung itu pada gadis tadi. Dari sanalah mereka berkenalan.
Hari itu ternyata Feni sedang membiasakan dirinya sendirian sambil menikmati sejuknya udara taman. Dia tidak ingin terus menyusahkan kakaknya, menjadi tongkat dalam hidupnya yang membuatnya akan terus membutuhkannya untuk berpegangan. Terharu Doddy mendengar penjelasan itu, dia jadi merasa penasaran ingin mengenal lebih jauh gadis ini. Dan sekarang mereka sudah mulai akrab bahkan Doddy sudah berani menyatakan cintanya dua minggu lalu. Feni memang belum menjawabnya tapi Doddy tahu perasaan mereka sama.
“Kamu mau minum apa, Dod, biar aku buatkan.”
“Nggak usah repot-repot.”
“Tenang saja, aku sudah bisa buatkan minuman buat kamu kok, mau kubuatkan es jeruk, panas-panas begini pasti segar kalau meminum es jeruk.”
“Boleh kalau begitu.”
Feni lalu pergi ke dapur. Doddy mengikuti langkahnya. Dia juga ingin tahu sampai sejauh mana Feni bisa bekerja sendiri. Diperhatikannya Feni yang sedang menyiapkan es jeruk dari sirup rasa jeruk. Dia tidak salah menakar banyaknya sirup dan air kedalam gelas yang sudah dipersiapkannya. Dia juga menuangkan es ke dalam gelas dengan tepat, tidak sampai menumpahkan isinya. Tidak ragu juga dia membawa es jeruk dengan sebelah tangannya.
Bergegas Doddy kembali ke ruang tamu sebelum Feni mengetahui dia sudah mengintipnya. Feni melakukan semua pekerjaannya seolah kedua matanya dapat melihat dengan normal. Dia sudah membiasakan dirinya dengan kegelapan padahal menurut ibunya sejak kecil Feni paling takut dengan gelap. Terbayang olehnya bagaimana hari-hari pertama yang dijalani Feni dalam kegelapan yang selalu ditakutinya.
“Nah, kamu lihatkan aku berhasil membuatnya?” Doddy tersenyum. Meski dia tahu Feni tidak akan bisa melihat senyumnya tapi tidak dia sesali senyum itu.
“Terima kasih.”
Kedatangan Doddy kerumah sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari. Meski terkadang Feni bingung mau mengajak Doddy mengobrol apa tapi kebersamaan mereka tidak pernah menjadi sia-sia. Doddy selalu punya bahan pembicaraan yang mengasyikan.
“Dod, boleh aku meraba wajah kamu?” sesaat Doddy terdiam. Dibawanya kedua telapak tangan Feni ke wajahnya. Hanya dengan cara meraba wajah oranglah Feni bisa mengenali orang lain. “Kalau aku ingin melihat lagi, orang pertama yang ingin sekali kulihat adalah kamu, Dod, aku ingin melihat wajah ganteng kamu.”
“Tapi aku jelek loh, Fen, mukaku bopengan, punya tompel besar di pipi, hidungku pesek, mataku bulat seperti ikan koki, pokoknya aku nggak seganteng yang kamu kira.”
“Jangan suka menyumpahi diri sendiri, Dod, nanti kuwalat baru tahu rasa.” Feni mengucapkannya sambil tersenyum tapi Doddy sama sekali tidak memperlihatkan senyum di wajahnya.
“Tapi aku memang tidak sebaik yang kamu kira.” Feni tertegun.
Apa maksud ucapan Doddy? Dia sama sekali tidak dapat mengiranya. Pasti maksudnya bukanlah wajahnya yang jelek. Doddy tidak jelek kok, Feni dapat merasakannya. Wajahnya tidak seburuk yang dia katakan.
Doddy memang menyimpan satu rahasia. Rahasia yang sama sekali dia tidak ingin Feni mengetahuinya. Dia tidak mau jika sampai Feni mengetahui rahasia itu, gadis itu jadi menjauhinya. Membencinya dan tidak ingin menemuinya lagi. Karena kehadiran gadis inilah Doddy jadi merasakan gairah hidup kembali.
Dari Feni dia dapat melihat, ketegaran seorang gadis. Meski dia hidup dalam kegelapan yang mungkin seumur hidupnya, kehilangan orang yang paling disayangi dalam waktu bersamaan, tapi dia tetap berdiri diatas kakinya sendiri. Bahkan Feni tidak ingin menyusahkan orang lain meskipun dia buta. Dan dia ingin tetap bersemangat seperti Feni.
Selama ini hidupnya selalu bergelimangan harta. Doddy tidak pernah kurang suatu apapun. Ayahnya yang seorang pedagang besar dapat memenuhi segala permintaannya. Bahkan untuk membebaskannya dari balik jeruji besi pun tangan ayahnya lah yang bergerak. Doddy di sembunyikan diluar kota, mobil yang pernah menabrak orang itupun dibuang dan menggantinya dengan mobil baru.
Demi melindungi anak laki-laki semata wayangnya ayah Doddy memang rela melakukan apapun. Tapi dosa itu tetaplah tidak bisa dihindari oleh Doddy. Meski ayahnya punya uang miliyaran sekalipun mimpi buruk itu tetap tidak mau enyah menghantui hidup Doddy.
                                                                        ***
Ibu Feni merasa senang melihat putri bungsunya sudah dapat lebih bersemangat lagi dari sebelumnya. Karena kehilangan ayah yang paling disayanginya dan cahaya hidupnya, Feni pernah berniat ingin bunuh diri. Feni memang paling dekat dengan ayahnya dan ketika ayahnya pergi dia seolah tidak memiliki sandaran hidup lagi.
Tapi ketika Feni melihat ketegaran ibunya yang tetap berjuang menghidupi kedua putrinya sebagai single parent Feni jadi merasa tidak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Dan sekarang dengan kehadiran Doddy semangat Feni untuk bisa berdiri diatas kakinya sendiri semakin menyala. Dialah yang sekarang menjadi cahaya untuk Feni. Cinta Doddy lah yang menunjukkan jalan kehidupan baru untuk Feni.
“Nak Doddy, tante berterima kasih karena selama ini Nak Doddy mau menemani Feni, sejak dia tuna netra, teman-temannya menjauhi Feni, tidak ingin ada yang menemaninya lagi tapi Nak Doddy meski tahu Feni tidak dapat melihat, Nak Doddy tetap berada di sampingnya. Tante merasa senang sekali melihat Feni bersemangat lagi.”
“Tante tidak usah berterima kasih sama Doddy, justru karena Feni, Doddy dapat menemukan hidup Doddy lagi. Dulu sebenarnya Doddy bukan anak baik, tante, Doddy hanya anak berandalan, teman-teman Doddy tidak jauh dari alkohol, narkotik, dua kali Doddy pernah hampir mati karena OD, Doddy malah sudah putus asa, tante, Doddy tidak tahu apa Doddy bisa berubah dan lepas dari narkotik tapi waktu Doddy lihat semangat Feni untuk bisa berdiri dengan mengandalkan kaki sendiri meski dia tidak bisa melihat, Doddy sadar selama ini Doddy hanyalah anak manja dan sedikit demi sedikit Doddy sudah mulai bisa lepas dari barang-barang haram itu.”
Doddy salah mengambil jalan pun karena selama ini dia kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing dan mengabaikan anaknya. Doddy hanyalah salah satu dari sekian anak korban broken home.
“Sebenarnya kamu ini anak baik, Doddy, hanya saja karena pergaulan kamu jadi salah memilih jalan, syukurlah kalau kamu akhirnya sadar.”
“Doddy bukan anak baik, tante, Doddy tidak sebaik yang tante kira.”
Doddy menundukkan kepalanya membenamkan wajahnya dibalik kedua lututnya. Tubuh Doddy bergetar. Dia tampak sedang menyembunyikan suatu masalah besar tapi tak sanggup untuk diungkapkannya. Dan Doddy pun tidak kuasa lagi menyimpannya lebih lama. Apa yang terjadi pada anak remaja ini?
“Dod, kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja, jangan kamu pendam seperti ini. Beban akan terasa lebih ringan kalau kita mau berbagi cerita dengan orang lain meskipun Tante mungkin tidak bisa memecahkan masalahmu tapi Tante bersedia menjadi pendengar Doddy yang baik.”
“Doddy… Doddy….” Tenggelam kembali kata-kata yang sudah hampir meluncur dari bibirnya. Dia takut ibu Feni marah jika dia mendengar pengakuannya ini. “Tante, Doddy lah yang telah menabrak Feni dan ayahnya malam dua tahun yang lalu, maafkan Doddy, Tante, Doddy memang salah.”
Ibu Feni terkejut mendengar pengakuan pemuda ini. Dia tidak mengira ternyata Doddy lah pelaku yang telah menabrak suami dan anaknya lalu kemudian melarikan diri. Tapi kenapa dia harus melarikan diri dan tidak menolong korbannya? Dokter pernah mengatakan, andai saja korban ini dibawa ke rumah sakit lebih cepat mungkin masih bisa tertolong. Ayah Feni meninggal karena kehabisan banyak darah.
“Waktu itu Doddy takut sekali, tante, waktu melihat darah bercecaran di jalan, Doddy benar-benar takut, Tante, Doddy tidak mau masuk penjara, Tante, tapi Doddy sudah membunuh ayah Feni dan membuat Feni jadi buta, Doddy jadi merasa sangat bersalah, selama ini dosa itu terus menghantui Doddy, Tante, Doddy juga tidak mengira kalau akan bertemu lagi dengan Feni, tadinya Doddy juga tidak tahu kalau dia korban yang sudah Doddy tabrak lalu setelah mendengar cerita dari Feni tentang matanya yang buta, barulah Doddy sadar Feni adalah orang yang pernah ditabrak Doddy.”
Ibu Feni tidak mampu berbicara apa-apa lagi. Doddy hanya diam tertunduk menahan kesedihannya. Dan diantara keheningan mereka, dari jarak yang tidak begitu jauh terdengar suara benda terjatuh.
“Feni.” Terkejut Doddy dan ibu Feni melihat gadis itu berdiri tak jauh ditempat mereka. Tongkat Feni terjatuh, dia pasti sudah mendengar semua pengakuan dosa Doddy.
“Jadi… Jadi… kamu pelakunya?! Kamu yang sudah buat Ayah meninggal dan mataku buta! Aku nggak nyangka, Doddy, jadi selama ini kamu dekati aku cuma buat menembus dosa! Kamu jahat, Doddy! Kamu udah mempermainkan aku!” airmata Feni jatuh mengalir.
“Feni, dengarkan dulu penjelasan aku.”

“Apa yang perlu dijelaskan lagi? Semuanya sudah jelas, kamu nggak pernah sayang aku kan? kamu nggak pernah cinta aku, kamu melakukan semua ini karena kamu merasa bersalah sama aku. Kamu cuma pengen menebus dosa kamu kan?”
“Aku cinta sama kamu, Fen, tulus. Aku dekati kamu bukan sekedar buat menebus dosa, aku bener-bener sayang kamu.”
“Kamu tuh orang yang nggak punya hati, Dod, kalau kamu emang punya hati, nggak mungkin kamu biarin Ayah aku mati begitu saja, aku nggak keberatan sekalipun mata aku buta untuk selamanya, tapi kamu udah bunuh Ayah, Dod… kamu tahu berartinya Ayah buat aku seperti apa?”
“Aku tahu ini salah aku, aku minta maaf, aku juga tersiksa karena terus menanggung beban dosa ini, aku mengaku awalnya aku deketin kamu cuma buat menebus dosa, seenggaknya untuk meringankan beban di hati aku tapi selama dekat sama kamu, kenal sama kamu, semakin lama perasaan cinta yang awalnya cuma pura-pura membuat aku benar-benar cinta sama kamu, aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk mengakui cinta, tapi aku nggak bisa berbohong lagi, kamu tahu sendiri kan cinta datang tidak diundang, kamu juga pernah merasakan jatuh cinta, kamu pasti tahu seperti apa rasanya.”
Feni terdiam sejenak. Dia mengerti seperti apa rasa sakit menanggung beban dosa seperti yang dialami Doddy sekarang. Dan dia tidak mau menjadi orang yang telah menyiksa hati orang lain, meskipun masih berat baginya menerima kenyataan, orang yang dicintainya adalah pembunuh Ayahnya.
“Okey, aku maafin kamu, aku juga nggak mau jadi orang jahat yang menyiksa perasaan orang lain dengan nggak memberinya maaf. Tuhan saja bisa memaafkan, kenapa aku manusia nggak?” Doddy tersenyum senang mendengarnya. Dibalik kekesalan Feni masih ada kata maaf dihatinya. “Tapi aku ingin kita seperti dulu lagi, anggap aja diantara kita nggak pernah ada apa-apa, yah mungkin hanya sekedar teman, ketemu selewat, udah nggak ada kejadian apa-apa diantara kita, nggak ada hubungan apa-apa karena terlalu sulit buatku jadi pacar kamu.”
“Ok, aku terima, aku senang kamu sudah maafin aku, tapi tadi kamu bilang anggap aja kita sekedar temen atau ketemu selewat lalu kenalan, kalau gitu berarti kamu memperbolehkan aku buat mendekati kamu sekali lagi, mengambil hati kamu sekali lagi dan dari teman bisa menjadi pacar lagi.”
Feni terkesiap mendengarnya. Maksud hatinya dia ingin mengusir Doddy dengan cara halus, tapi Doddy malah mengatakan akan mengambil hatinya lagi. Seenaknya saja dia mengambil keputusan.

“Terserah kamu.” Feni berlalu tanpa menoleh lagi. Dan Doddy hanya bisa tersenyum senang melihat kesediaan Feni membuka hatinya lagi untuknya, dia bertekad akan memenangkan hati Feni kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar