![](http://2.bp.blogspot.com/-41JgQNP6pRk/VYUXjPdfkxI/AAAAAAAAAhA/8QpIFH2BZWE/s320/silverqueen.jpg)
Di kelas ini
siapa sih yang tidak tahu semaniak apa Jeff sama coklat? Sehari tanpa coklat,
buat Jeff, seperti cowok perokok tidak merokok, lidahnya terasa asam. Di tasnya
minimal sebatang coklat Jeff menyimpannya sebagai bekal.
Dipandanginya
lagi sebatang coklat bertabur kacang almond di tangannya, mungkin nggak kalau
yang menaruh coklat ini salah tempat? Dia tidak merasa sedang ulang tahun, atau
sudah memenangkan suatu pertandingan sampai ada yang memberinya hadiah coklat.
Jeff lalu
mengumumkan penemuannya pada teman-teman yang sudah ada di kelas, tapi mereka
hanya mengangkat bahu, tidak ada yang mengakui kepemilikan sebatang coklat
misterius itu.
“Emang elu
dapetin coklat itu dimana, Jeff,” tanya Zaza, teman sebangkunya yang merasa
heran dengan woro-woro yang baru saja diberitahu Jeff.
“Dari kolong
meja.”
“Elu lupa
kali, kemarin ketinggalan.”
Tapi kemudian
Zaza merasa salah melontarkan kalimat itu. Rasanya tidak mungkin Jeff sampai
lupa pada coklatnya, meski yang tersisa di sakunya hanya tinggal sepotong
kecil.
Coklat ajaib.
Dia terbang sendiri dari kantin ke kolong meja Jeff.
“Mungkin itu dari
penggemar lu?”
Jeff
membelalakkan mata. Mulutnya menganga lebar. Tidak salahkah kalimat yang dia
dengar terlontar dari mulut Zaza?
Penggemar?
Maksudnya, ada
cowok yang menyukai dia lalu menaruh coklat ini di kolong mejanya?
“Udahlah,
makan aja, kalau emang ada yang tanya ntar ganti aja, kan coklat begitu banyak di kantin,” ujar
Zaza seraya memasukkan tasnya ke kolong meja. “Lagian bukan salah lu kalau
coklat itu lu makan, coklat itu kan
adanya di kolong meja lu.”
“Emm… bagi dua
yah.”
“Nggak mau
kena sial sendiri makan coklat temuan?”
Jeff nyengir
kuda.
Dipotongnya
coklat itu lalu dia berikan setengah pada teman sebangkunya.
Untuk hari ini
penemuan coklat beres. Jeff sudah menghabiskan setengah batang coklat temuannya
hanya dalam hitungan menit. Meski Zaza juga menyukai coklat tapi saat dia
melihat sahabatnya bisa menghabiskan coklat dalam sekejap, Zaza merasa ngeri.
Rasa manis dan gigi ngilu membayang di benaknya, dan ajaibnya Jeff tidak pernah
mengeluh sakit gigi.
***
Kali ini Jeff
cuma bisa nyengir saat tangannya lagi-lagi menemukan sebatang coklat di kolong
mejanya. Ini sudah coklat yang ketiga sejak tiga hari belakangan ini. Memang
sih dia merasa senang setiap hari mendapat coklat gratis, tapi dia penasaran
juga pada orang yang sudah menaruh coklat di kolong mejanya. Seperti
sebelum-sebelumnya di kolong meja itu hanya ada sebatang coklat. Tidak
ditinggalkan apapun. Misalkan sebuah pesan. Benarkah orang itu penggemar
rahasianya seperti yang dikatakan oleh Zaza? Lalu siapa kira-kira cowok yang diam-diam
menjadi penggemarnya itu?
Apa Indra?
Hanya Indra
yang sering dia lihat sudah muncul di kelas, setiap kali dia menemukan coklat
itu. Tiga hari belakangan ini Indra memang rajin datang pagi. Pak Toto saja
sampai memujinya saat melihat Indra sudah duduk manis di kursinya ketika pak
Toto mengabsen. Mungkin saja dia datang pagi karena untuk menaruh coklat itu di
kolong meja Jeff, tapi kenapa Indra nggak pernah ngomong apa-apa, malah dia
tidak memperlihatkan tampang mencurigakan.
“Jadi
penasaran, siapa sih yang udah taro coklat tiap hari di meja gue?”
“Apa mungkin
Indra?”
Tawa Jeff
meledak.
Dipandanginya
cowok yang sedang asik mengobrol di pojokan kelas, suaranya yang tidak pernah
bisa pelan itu sampai terdengar ke kelas lain.
“Nggak mungkin
deh kalau Indra, Indra itukan otaknya transparan, gerak-gerik dia gampang ke
baca, gue tahulah kalau emang dia yang nyimpen coklat ini.”
Jeff sangat
sangsi tapi Zaza sebaliknya.
Indra mungkin
memang selalu iseng pada Jeff, tapi bisa saja dia punya sisi baik yang tidak
terduga. Yah, misalkan saja diam-diam jadi penganggum rahasia, bukankah selama
ini teman-temannya selalu menggosipkan Jeff dengan Indra begitu? Indra sering
jahil pada Jeff karena menyukainya.
“Ndra!” Zaza
akhirnya memanggil Indra.
“Apaan?”
“Sini bentar,
gue ada perlu.”
Indra yang
sedang duduk diatas meja lalu melompat turun dan menghampiri Zaza.
“Mau coklat
nggak?”
Indra
mengerutkan dahi.
“Kan elu tahu, gue nggak
suka coklat, kalau lu mau kasih coklat, kenapa nggak kasih Jefri aja?” Indra
melirik Jeff.
“Dia udah
kebanyakan makan coklat, gue nggak mau dia sakit gigi.”
“Ya, jangan
kasih gue dong, Za, kasih ke yang lain kek.”
“Ya udah,
kalau elu nggak mau biar gue bawa balik aja, biar gue kasih adek gue.”
“Ngapain elu
beli coklat kalau nggak mau elu makan.”
“Ada yang ngasih coklat ini
sama gue, diem-diem dia nyimpen coklat ini di kolong meja gue.” Zaza mencoba
memancing Indra.
“Oh… nggak
aneh kalau elu punya penggemar, kalau temen lu itu yang punya penggemar baru
gue bikin syukuran.”
Jeff langsung
melotot.
Kata-kata
Indra itu sangat menyebalkan, seolah Jeff cewek paling nggak laku di kelas ini.
Meski Jeff jomblo tapi bukan berarti dia nggak laku, Jeff emang rada pemilih.
“Sebenarnya
bukan gue yang dikasih coklat, tapi Jeff.” Zaza meralat. Indra langsung melotot.
“Apa?! Si
Jefri punya penggemar rahasia? Yang bener, Za!” Suara Indra yang lebih kencang
dari suara speaker masjid jelas saja mengundang pandang anak-anak lain.
“Bikin
syukuran deh lu sana!”
tukas Jeff kesal.
“Emang sejak
kapan elu dapet coklat itu?”
“Dari tiga
hari yang lalu, tiap hari satu batang coklat ada di kolong meja gue.”
“Udah diselidiki?”
“Ini lagi gue
selidiki, dodol!”
Dahi Indra
berkerut, tapi lalu dia tertawa terbahak-bahak setelah mengerti maksud
sahabatnya.
“Jadi elu lagi
mulai nyari tahu dan nyangka gue yang ngasih coklat ke elu?” sekali lagi Indra
tertawa. “Itu nggak mungkin lagi, Jeff, ngapain juga gue ngasih coklat buat elu
diem-diem. Kalau emang gue niat, kayaknya gue nggak bakalan cuma ngasih
sebatang deh, tapi satu pak sekalian biar elu puas.”
Benar juga
yang dikatakan Indra, kalau memang dia berniat memberi Jeff coklat, kenapa
nggak sekalian saja memberinya satu pak. Bukankah setiap hari ulang tahun Jeff,
Indra selalu menghadiahinya satu pak coklat?
“Kenapa elu
curiganya sama gue?”
“Soalnya
belakangan elu nggak pernah kesiangan.” Zaza menjawab. “Gue sih yang sebenarnya
curiga, dia malah yakin bener kalau bukan elu pelakunya.”
“Itu cuma
kebetulan.” Indra mencibir.
Indra tentu
saja tidak bisa cerita, sekarang dia selalu datang ke sekolah pagi karena dia
ingin berubah. Teman-temannya sering kali mengejeknya kalah gesit dan kalah
jago dengan Jeff yang notabenenya anak cewek. Indra ingin bisa setingkat diatas
Jeff atau setidaknya setara Jeff agar dia tidak lagi diejek gender mereka tertukar.
Semua ini dia lakukan demi Jeff.
“Trus kira-kira siapa ya?”
“Mana gue
tahu, emang selain gue, yang elu curigain siapa?”
“Setiap kali
gue nemu coklat ini, cowok yang gue lihat ada di kelas cuma elu.”
“Jefri…, Jefri,
elu kok nggak mikir sih, kalau emang tuh cowok secret admirer elu, nggak
mungkin lah dia muncul waktu elu nemu tuh coklat, dia pasti sembunyi.”
“Yang ngira
coklat ini dari secret admirer gue itu kan
Zaza.”
“Ya udah, hari
ini pulang sekolah kita selidiki sama-sama, kalau nggak ada mungkin dia simpen
coklatnya pagi-pagi, kita pergok aja pagi-pagi.”
Jeff
mengangguk-angguk patuh. Baru kali ini Jeff patuh pada Indra, karena usulan
Indra kali ini masuk akal.
“Kok elu mau
bantuin gue, Ndra?” tanyanya kemudian setelah dia sadar, hari ini tumben Indra
baik.
Indra bingung
setengah mati. Nggak mungkin kan
dia bilang sama Jeff kalau dia juga penasaran sama si secret admirer itu, Indra
jealous. Sejak mereka kecil cuma dia yang menjadi penggemar Jeff dan selalu
setia di samping Jeff, kenapa tiba-tiba jadi muncul si secret admirer itu?
***
Dari arah
kantin, Zaza lari menghampiri Jeff sambil berteriak-teriak heboh, seperti dia
sudah mendapat undian seratus juta. Wajahnya sumringah, padahal tadi dia sempet
ngambek gara-gara Jeff ogah diajak ke kantin. Hari ini uang sakunya sudah
menipis, jadi dia lebih memilih puasa saat istirahat.
“Jeff, gue
dapet kabar bagus buat lu.”
“Kabar bagus
apa?” Ah, paling kabar bagus yang dimiliki Zaza hanya berita tentang toko yang
sedang menggelar diskon.
“Gue udah
tahu, siapa yang udah simpen coklat itu di kolong meja elu.”
Kali ini mata
Jeff membelalak terkejut. Jadi, kabar berita yang super bagus ini yang dibawa
Zaza.
“Siapa?”
“Milo.”
Zaza
membisikkan sebuah nama di telinganya.
Sekali lagi
Jeff tertegun. Milo? Astaga. Apa nggak salah
denger telinganya? Jadi selama ini yang umpetin coklat di kolong mejanya itu, Milo?
Tak
terbayangkan olehnya Milo diam-diam menjadi
penggemar rahasianya. Si bintang sekolah itu…, cowok ganteng yang jago basket
itu, Jeff tiba-tiba merasa speechless.
Pantas
belakangan sikap Milo agak beda padanya. Milo dan Jeff sama-sama dipercaya menjadi pelatih karate.
Milo yang dulunya sering bersikap galak karena
menganggap cewek tidak pantas menjadi pelatih karate, sekarang malah lebih
manis. Jeff tersenyum tersipu malu.
“Eh, Jefri!
Ngapain lu senyum-senyum kayak orang gila gitu.”
Terkejut Jeff
mendengar suara Indra yang tiba-tiba mengusik gendang telinganya, dengan kejam
disikutnya perut Indra, sampai cowok itu mengaduh kesakitan.
“Jangan teriak
di telinga orang!”
“Sorry… sorry…
gue penasaran elu kenapa senyam-senyum begitu.”
“Karena gue
udah tahu siapa secret admirer gue.” Indra mengerutkan dahi. “Penasaran kan elu, mau tahu siapa?
Dia Milo.”
Kalau mau
dibilang kaget, jelas Indra kaget setengah mati. “Milo?”
belalak mata Indra. “Gimana ceritanya?”
“O, iya, Za, gimana elu bisa tahu kalo yang
nyimpen coklat di meja gue Milo?”
“Jadi gini
ceritanya, Jeff, waktu gue di kantin, nggak sengaja gue duduk deket Milo ama
Tono, Milo tanya ke Tono, ‘Ton, elu udah kasih coklat itu ke dia?’ trus kata
Tono, ‘beres, Mil, gue udah simpen coklat itu di kolong meja dia’ Milo kaget, katanya, kenapa juga si Tono simpen coklat
itu di kolong meja? Kenapa nggak langsung dikasihin aja? Trus jawab Tono tahu
nggak apa?” Zaza menatap Jeff dan Indra bergantian. Dan seperti orang bodoh
mereka menggeleng berbarengan.
“Tono bilang, ‘gue
sengaja simpen coklat itu di kolong meja biar jadi surprise waktu nti lu muncul
depan dia dengan bunga dan coklat itu, dan siaplah elu buat nembak tuh cewek’.”
So, sweet….,
ternyata Milo sedang memikirkan cara romantis
untuk menembaknya. Si kutu buku Tono itu diam-diam punya cara seru juga yah
buat ngebantuin temennya?
Jeffrina
tersenyum malu, sedang Indra?
***
Indra
uring-uringan. Dia tidak bisa terima kalau harus bersaing dengan Milo. Bukan berarti Milo tidak selevel yang pantas
menjadi saingannya dalam memperebutkan hati Jeff, tapi level Milo
malah yang terlalu tinggi untuk menjadi saingannya. Milo
ganteng, pinter, jago karate pula. Sedangkan dia? Tampang, ada yang bilang
lumayan aja masih syukur, boro-boro jago karate, jago panjat pager klo
kesiangan sih iya. Nggak ada harapan untuknya mendapatkan hati Jeff.
Bisa
dipastikan Jeff akan memilih Milo, mereka punya keahlian di bidang yang sama,
sekarang pun hati Jeff tampaknya sedang terbuai asmara. Wajah Jeff terlihat lebih cerah dari
biasanya, itukah wajah perempuan yang sedang jatuh cinta? Jeff dan Milo memang
cocok.
Dengan
perasaan kesal Indra menendang krikil kecil yang berada didekat kakinya, saat ini
Jeff sedang sibuk dengan ekskulnya, dia jadi nggak bisa pulang dengan Jeff.
Pasti Jeff bakal diantar Milo. Indra menggusur
kakinya, dengan perasaan kecewa, melewati kelasnya. Tapi…, sejenak dia tertegun
ketika melihat seseorang tengah duduk di kursi Jeff. Dahi Indra mengerut heran,
orang itu sedang apa? Jangan-jangan…
***
Perubahan Milo
semakin terasa. Seperti selesai latihan karate sore ini, Milo
menyapa dan mengajaknya mengobrol malah sampai menawarkan mengantar pulang.
“Aku kaget
loh, Milo belakangan ini baik banget, kenapa
sih." Jeff mencoba memancing. Hatinya tak sabar menunggu Milo
mengatakan ‘Cause I Love U’ “Jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta ya….” Jeff
mengulur tali pancing makin dalam berharap mendapat jawaban iya.
Dan ternyata
cowok berbadan atletis itu mengangguk sambil tersenyum malu. Jeff merasa
jantungnya melompat ke tenggorokan. Ternyata Milo bisa malu juga. Oh, Tuhan…
tinggal selangkah lagi dia akan mendengar, “Kamulah orang yang telah membuat
aku jatuh cinta, maukah kamu jadi pacarku….”
“Jefri!” Jeff
tersentak.
Kenapa di
gedung olahraga yang seharusnya hanya ada mereka berdua, malah ada suara
gambreng yang sudah tidak asing ditelinganya?
Jeff lalu
menoleh. Indra berdiri tidak jauh darinya. Jeff hanya bisa mendecak kesal,
pengganggu satu ini emang menyebalkan. Kalau bukan karena sahabat dari kecil,
Jeff merasa gatal ingin memukul Indra sampai terbang ke perairan Somalia, biar dia ditawan perompak Somalia.
“Lu harus ikut
gue.” Tanpa menunggu jawaban, Indra sudah menarik Jeff membawanya keluar.
“Indra, apaan
sih, gangguin gue aja!” Jeff merasa gondok. Bukannya dia mendengar pernyataan
cinta Milo, malah ditarik-tarik manusia nggak
beradab ini.
“Udah elu
jangan banyak nanya, secret admirer elu udah nunggu di kelas sama Zaza.”
Jeffrina mengerutkan
dahi katanya si secret admirer itu menunggunya dikelas, tapi Jeffrina tidak
melihat siapa-siapa selain Zaza dan seorang cewek yang tidak dikenalnya.
“Ndra, elu
bilang tadi elu mau ketemuin kita ama secret admirer Jeff, mana?”
“Ya itu, yang
duduk di sebelah elu.”
Zaza dan Jeff
membelalak kaget. Ditatapnya cewek manis berambut ekor kuda, yang sedang
tertunduk menyembunyikan wajahnya.
“Ini Arini,
murid baru di kelas satu.” Indra memperkenalkan. “Ok, Arini, seperti yang gue
bilang tadi, elu harus jelasin semuanya,” perintah Indra.
“Yang udah
simpen coklat di kolong meja Kak Jeff itu sebenarnya aku, maaf selama ini aku
udah mengira Kakak cowok.”
“Kok elu bisa
ngira gue cowok?”
“Aku anak
cewek yang kakak pernah selametin dari berandalan sekitar sebulan yang lalu, waktu
itu aku kira kakak cowok yang punya muka cantik kayak tokoh di komik-komik, sejak
itu aku suka sama kakak, trus seminggu yang lalu aku masuk sekolah ini dan
lihat kakak lagi makan coklat di gedung olahraga, aku nggak nyangka bakal
ketemu kakak lagi, aku seneng banget dan aku ingin berterima kasih dengan
memberi coklat itu.”
Jeffrina
menarik nafas panjang.
Dia baru ingat
dengan bocah yang pernah diselamatkannya sebulan yang lalu dari cowok-cowok
berandalan. Jeff yang kesehariannya terbiasa memakai pakaian cowok, terlihat
seperti cowok cantik oleh Arini.
“Nama gue
Jeffrina, dan gue cewek tulen,” ujarnya seraya pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar