Welcome

Welcome

Sabtu, 20 Juni 2015

Jeff, Coklat dan Secret Admirer



Jeff tertegun ketika memasukkan tas ke kolong meja, tangannya meraba sesuatu yang dikenalnya. Sebatang coklat. Diperhatikannya sekitar kelas, yang datang baru Indra, Fifi, Zaza dan Maia. Dari mereka bertiga, kira-kira siapa yang sudah menaruh coklat ini di kolong mejanya? Bikin orang ngiler aja. Apa orang itu sengaja menaruh coklat di kolong mejanya, karena dia tahu Jeff menyukai coklat.
Di kelas ini siapa sih yang tidak tahu semaniak apa Jeff sama coklat? Sehari tanpa coklat, buat Jeff, seperti cowok perokok tidak merokok, lidahnya terasa asam. Di tasnya minimal sebatang coklat Jeff menyimpannya sebagai bekal.
Dipandanginya lagi sebatang coklat bertabur kacang almond di tangannya, mungkin nggak kalau yang menaruh coklat ini salah tempat? Dia tidak merasa sedang ulang tahun, atau sudah memenangkan suatu pertandingan sampai ada yang memberinya hadiah coklat.
Jeff lalu mengumumkan penemuannya pada teman-teman yang sudah ada di kelas, tapi mereka hanya mengangkat bahu, tidak ada yang mengakui kepemilikan sebatang coklat misterius itu.
“Emang elu dapetin coklat itu dimana, Jeff,” tanya Zaza, teman sebangkunya yang merasa heran dengan woro-woro yang baru saja diberitahu Jeff.
“Dari kolong meja.”
“Elu lupa kali, kemarin ketinggalan.”
Tapi kemudian Zaza merasa salah melontarkan kalimat itu. Rasanya tidak mungkin Jeff sampai lupa pada coklatnya, meski yang tersisa di sakunya hanya tinggal sepotong kecil.
Coklat ajaib. Dia terbang sendiri dari kantin ke kolong meja Jeff.
“Mungkin itu dari penggemar lu?”
Jeff membelalakkan mata. Mulutnya menganga lebar. Tidak salahkah kalimat yang dia dengar terlontar dari mulut Zaza?
Penggemar?
Maksudnya, ada cowok yang menyukai dia lalu menaruh coklat ini di kolong mejanya?
“Udahlah, makan aja, kalau emang ada yang tanya ntar ganti aja, kan coklat begitu banyak di kantin,” ujar Zaza seraya memasukkan tasnya ke kolong meja. “Lagian bukan salah lu kalau coklat itu lu makan, coklat itu kan adanya di kolong meja lu.”
“Emm… bagi dua yah.”
“Nggak mau kena sial sendiri makan coklat temuan?”
Jeff nyengir kuda.
Dipotongnya coklat itu lalu dia berikan setengah pada teman sebangkunya.
Untuk hari ini penemuan coklat beres. Jeff sudah menghabiskan setengah batang coklat temuannya hanya dalam hitungan menit. Meski Zaza juga menyukai coklat tapi saat dia melihat sahabatnya bisa menghabiskan coklat dalam sekejap, Zaza merasa ngeri. Rasa manis dan gigi ngilu membayang di benaknya, dan ajaibnya Jeff tidak pernah mengeluh sakit gigi.
                                                                        ***
Kali ini Jeff cuma bisa nyengir saat tangannya lagi-lagi menemukan sebatang coklat di kolong mejanya. Ini sudah coklat yang ketiga sejak tiga hari belakangan ini. Memang sih dia merasa senang setiap hari mendapat coklat gratis, tapi dia penasaran juga pada orang yang sudah menaruh coklat di kolong mejanya. Seperti sebelum-sebelumnya di kolong meja itu hanya ada sebatang coklat. Tidak ditinggalkan apapun. Misalkan sebuah pesan. Benarkah orang itu penggemar rahasianya seperti yang dikatakan oleh Zaza? Lalu siapa kira-kira cowok yang diam-diam menjadi penggemarnya itu?
Apa Indra?
Hanya Indra yang sering dia lihat sudah muncul di kelas, setiap kali dia menemukan coklat itu. Tiga hari belakangan ini Indra memang rajin datang pagi. Pak Toto saja sampai memujinya saat melihat Indra sudah duduk manis di kursinya ketika pak Toto mengabsen. Mungkin saja dia datang pagi karena untuk menaruh coklat itu di kolong meja Jeff, tapi kenapa Indra nggak pernah ngomong apa-apa, malah dia tidak memperlihatkan tampang mencurigakan.
“Jadi penasaran, siapa sih yang udah taro coklat tiap hari di meja gue?”
“Apa mungkin Indra?”
Tawa Jeff meledak.    
Dipandanginya cowok yang sedang asik mengobrol di pojokan kelas, suaranya yang tidak pernah bisa pelan itu sampai terdengar ke kelas lain.
“Nggak mungkin deh kalau Indra, Indra itukan otaknya transparan, gerak-gerik dia gampang ke baca, gue tahulah kalau emang dia yang nyimpen coklat ini.”
Jeff sangat sangsi tapi Zaza sebaliknya.
Indra mungkin memang selalu iseng pada Jeff, tapi bisa saja dia punya sisi baik yang tidak terduga. Yah, misalkan saja diam-diam jadi penganggum rahasia, bukankah selama ini teman-temannya selalu menggosipkan Jeff dengan Indra begitu? Indra sering jahil pada Jeff karena menyukainya.
“Ndra!” Zaza akhirnya memanggil Indra.
“Apaan?”
“Sini bentar, gue ada perlu.”
Indra yang sedang duduk diatas meja lalu melompat turun dan menghampiri Zaza.
“Mau coklat nggak?”
Indra mengerutkan dahi.
“Kan elu tahu, gue nggak suka coklat, kalau lu mau kasih coklat, kenapa nggak kasih Jefri aja?” Indra melirik Jeff.
“Dia udah kebanyakan makan coklat, gue nggak mau dia sakit gigi.”
“Ya, jangan kasih gue dong, Za, kasih ke yang lain kek.”
“Ya udah, kalau elu nggak mau biar gue bawa balik aja, biar gue kasih adek gue.”
“Ngapain elu beli coklat kalau nggak mau elu makan.”
“Ada yang ngasih coklat ini sama gue, diem-diem dia nyimpen coklat ini di kolong meja gue.” Zaza mencoba memancing Indra.
“Oh… nggak aneh kalau elu punya penggemar, kalau temen lu itu yang punya penggemar baru gue bikin syukuran.”
Jeff langsung melotot.
Kata-kata Indra itu sangat menyebalkan, seolah Jeff cewek paling nggak laku di kelas ini. Meski Jeff jomblo tapi bukan berarti dia nggak laku, Jeff emang rada pemilih.
“Sebenarnya bukan gue yang dikasih coklat, tapi Jeff.” Zaza meralat. Indra langsung melotot.
“Apa?! Si Jefri punya penggemar rahasia? Yang bener, Za!” Suara Indra yang lebih kencang dari suara speaker masjid jelas saja mengundang pandang anak-anak lain.
“Bikin syukuran deh lu sana!” tukas Jeff kesal.
“Emang sejak kapan elu dapet coklat itu?”
“Dari tiga hari yang lalu, tiap hari satu batang coklat ada di kolong meja gue.”
“Udah diselidiki?”
“Ini lagi gue selidiki, dodol!”
Dahi Indra berkerut, tapi lalu dia tertawa terbahak-bahak setelah mengerti maksud sahabatnya.
“Jadi elu lagi mulai nyari tahu dan nyangka gue yang ngasih coklat ke elu?” sekali lagi Indra tertawa. “Itu nggak mungkin lagi, Jeff, ngapain juga gue ngasih coklat buat elu diem-diem. Kalau emang gue niat, kayaknya gue nggak bakalan cuma ngasih sebatang deh, tapi satu pak sekalian biar elu puas.”
Benar juga yang dikatakan Indra, kalau memang dia berniat memberi Jeff coklat, kenapa nggak sekalian saja memberinya satu pak. Bukankah setiap hari ulang tahun Jeff, Indra selalu menghadiahinya satu pak coklat?
“Kenapa elu curiganya sama gue?”
“Soalnya belakangan elu nggak pernah kesiangan.” Zaza menjawab. “Gue sih yang sebenarnya curiga, dia malah yakin bener kalau bukan elu pelakunya.”
“Itu cuma kebetulan.” Indra mencibir.
Indra tentu saja tidak bisa cerita, sekarang dia selalu datang ke sekolah pagi karena dia ingin berubah. Teman-temannya sering kali mengejeknya kalah gesit dan kalah jago dengan Jeff yang notabenenya anak cewek. Indra ingin bisa setingkat diatas Jeff atau setidaknya setara Jeff agar dia tidak lagi diejek gender mereka tertukar. Semua ini dia lakukan demi Jeff.
 “Trus kira-kira siapa ya?”
“Mana gue tahu, emang selain gue, yang elu curigain siapa?”
“Setiap kali gue nemu coklat ini, cowok yang gue lihat ada di kelas cuma elu.”
“Jefri…, Jefri, elu kok nggak mikir sih, kalau emang tuh cowok secret admirer elu, nggak mungkin lah dia muncul waktu elu nemu tuh coklat, dia pasti sembunyi.”
“Yang ngira coklat ini dari secret admirer gue itu kan Zaza.”
“Ya udah, hari ini pulang sekolah kita selidiki sama-sama, kalau nggak ada mungkin dia simpen coklatnya pagi-pagi, kita pergok aja pagi-pagi.”
Jeff mengangguk-angguk patuh. Baru kali ini Jeff patuh pada Indra, karena usulan Indra kali ini masuk akal.
“Kok elu mau bantuin gue, Ndra?” tanyanya kemudian setelah dia sadar, hari ini tumben Indra baik.
Indra bingung setengah mati. Nggak mungkin kan dia bilang sama Jeff kalau dia juga penasaran sama si secret admirer itu, Indra jealous. Sejak mereka kecil cuma dia yang menjadi penggemar Jeff dan selalu setia di samping Jeff, kenapa tiba-tiba jadi muncul si secret admirer itu?
                                                                        ***
Dari arah kantin, Zaza lari menghampiri Jeff sambil berteriak-teriak heboh, seperti dia sudah mendapat undian seratus juta. Wajahnya sumringah, padahal tadi dia sempet ngambek gara-gara Jeff ogah diajak ke kantin. Hari ini uang sakunya sudah menipis, jadi dia lebih memilih puasa saat istirahat.
“Jeff, gue dapet kabar bagus buat lu.”
“Kabar bagus apa?” Ah, paling kabar bagus yang dimiliki Zaza hanya berita tentang toko yang sedang menggelar diskon.
“Gue udah tahu, siapa yang udah simpen coklat itu di kolong meja elu.”
Kali ini mata Jeff membelalak terkejut. Jadi, kabar berita yang super bagus ini yang dibawa Zaza.
“Siapa?”
“Milo.”
Zaza membisikkan sebuah nama di telinganya.
Sekali lagi Jeff tertegun. Milo? Astaga. Apa nggak salah denger telinganya? Jadi selama ini yang umpetin coklat di kolong mejanya itu, Milo?
Tak terbayangkan olehnya Milo diam-diam menjadi penggemar rahasianya. Si bintang sekolah itu…, cowok ganteng yang jago basket itu, Jeff tiba-tiba merasa speechless.
Pantas belakangan sikap Milo agak beda padanya. Milo dan Jeff sama-sama dipercaya menjadi pelatih karate. Milo yang dulunya sering bersikap galak karena menganggap cewek tidak pantas menjadi pelatih karate, sekarang malah lebih manis. Jeff tersenyum tersipu malu.
“Eh, Jefri! Ngapain lu senyum-senyum kayak orang gila gitu.”
Terkejut Jeff mendengar suara Indra yang tiba-tiba mengusik gendang telinganya, dengan kejam disikutnya perut Indra, sampai cowok itu mengaduh kesakitan.
“Jangan teriak di telinga orang!”
“Sorry… sorry… gue penasaran elu kenapa senyam-senyum begitu.”
“Karena gue udah tahu siapa secret admirer gue.” Indra mengerutkan dahi. “Penasaran kan elu, mau tahu siapa? Dia Milo.”
Kalau mau dibilang kaget, jelas Indra kaget setengah mati. “Milo?” belalak mata Indra. “Gimana ceritanya?”
 “O, iya, Za, gimana elu bisa tahu kalo yang nyimpen coklat di meja gue Milo?”
“Jadi gini ceritanya, Jeff, waktu gue di kantin, nggak sengaja gue duduk deket Milo ama Tono, Milo tanya ke Tono, ‘Ton, elu udah kasih coklat itu ke dia?’ trus kata Tono, ‘beres, Mil, gue udah simpen coklat itu di kolong meja dia’ Milo kaget, katanya, kenapa juga si Tono simpen coklat itu di kolong meja? Kenapa nggak langsung dikasihin aja? Trus jawab Tono tahu nggak apa?” Zaza menatap Jeff dan Indra bergantian. Dan seperti orang bodoh mereka menggeleng berbarengan.
“Tono bilang, ‘gue sengaja simpen coklat itu di kolong meja biar jadi surprise waktu nti lu muncul depan dia dengan bunga dan coklat itu, dan siaplah elu buat nembak tuh cewek’.”
So, sweet…., ternyata Milo sedang memikirkan cara romantis untuk menembaknya. Si kutu buku Tono itu diam-diam punya cara seru juga yah buat ngebantuin temennya?
Jeffrina tersenyum malu, sedang Indra?
                                                                        ***
Indra uring-uringan. Dia tidak bisa terima kalau harus bersaing dengan Milo. Bukan berarti Milo tidak selevel yang pantas menjadi saingannya dalam memperebutkan hati Jeff, tapi level Milo malah yang terlalu tinggi untuk menjadi saingannya. Milo ganteng, pinter, jago karate pula. Sedangkan dia? Tampang, ada yang bilang lumayan aja masih syukur, boro-boro jago karate, jago panjat pager klo kesiangan sih iya. Nggak ada harapan untuknya mendapatkan hati Jeff.
Bisa dipastikan Jeff akan memilih Milo, mereka punya keahlian di bidang yang sama, sekarang pun hati Jeff tampaknya sedang terbuai asmara. Wajah Jeff terlihat lebih cerah dari biasanya, itukah wajah perempuan yang sedang jatuh cinta? Jeff dan Milo memang cocok.
Dengan perasaan kesal Indra menendang krikil kecil yang berada didekat kakinya, saat ini Jeff sedang sibuk dengan ekskulnya, dia jadi nggak bisa pulang dengan Jeff. Pasti Jeff bakal diantar Milo. Indra menggusur kakinya, dengan perasaan kecewa, melewati kelasnya. Tapi…, sejenak dia tertegun ketika melihat seseorang tengah duduk di kursi Jeff. Dahi Indra mengerut heran, orang itu sedang apa? Jangan-jangan…
                                                                        ***
Perubahan Milo semakin terasa. Seperti selesai latihan karate sore ini, Milo menyapa dan mengajaknya mengobrol malah sampai menawarkan mengantar pulang.
“Aku kaget loh, Milo belakangan ini baik banget, kenapa sih." Jeff mencoba memancing. Hatinya tak sabar menunggu Milo mengatakan ‘Cause I Love U’ “Jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta ya….” Jeff mengulur tali pancing makin dalam berharap mendapat jawaban iya.
Dan ternyata cowok berbadan atletis itu mengangguk sambil tersenyum malu. Jeff merasa jantungnya melompat ke tenggorokan. Ternyata Milo bisa malu juga. Oh, Tuhan… tinggal selangkah lagi dia akan mendengar, “Kamulah orang yang telah membuat aku jatuh cinta, maukah kamu jadi pacarku….”
“Jefri!” Jeff tersentak.
Kenapa di gedung olahraga yang seharusnya hanya ada mereka berdua, malah ada suara gambreng yang sudah tidak asing ditelinganya?
Jeff lalu menoleh. Indra berdiri tidak jauh darinya. Jeff hanya bisa mendecak kesal, pengganggu satu ini emang menyebalkan. Kalau bukan karena sahabat dari kecil, Jeff merasa gatal ingin memukul Indra sampai terbang ke perairan Somalia, biar dia ditawan perompak Somalia.
“Lu harus ikut gue.” Tanpa menunggu jawaban, Indra sudah menarik Jeff membawanya keluar.
“Indra, apaan sih, gangguin gue aja!” Jeff merasa gondok. Bukannya dia mendengar pernyataan cinta Milo, malah ditarik-tarik manusia nggak beradab ini.
“Udah elu jangan banyak nanya, secret admirer elu udah nunggu di kelas sama Zaza.”
Jeffrina mengerutkan dahi katanya si secret admirer itu menunggunya dikelas, tapi Jeffrina tidak melihat siapa-siapa selain Zaza dan seorang cewek yang tidak dikenalnya.
“Ndra, elu bilang tadi elu mau ketemuin kita ama secret admirer Jeff, mana?”
“Ya itu, yang duduk di sebelah elu.”
Zaza dan Jeff membelalak kaget. Ditatapnya cewek manis berambut ekor kuda, yang sedang tertunduk menyembunyikan wajahnya.
“Ini Arini, murid baru di kelas satu.” Indra memperkenalkan. “Ok, Arini, seperti yang gue bilang tadi, elu harus jelasin semuanya,” perintah Indra.
“Yang udah simpen coklat di kolong meja Kak Jeff itu sebenarnya aku, maaf selama ini aku udah mengira Kakak cowok.”
“Kok elu bisa ngira gue cowok?”
“Aku anak cewek yang kakak pernah selametin dari berandalan sekitar sebulan yang lalu, waktu itu aku kira kakak cowok yang punya muka cantik kayak tokoh di komik-komik, sejak itu aku suka sama kakak, trus seminggu yang lalu aku masuk sekolah ini dan lihat kakak lagi makan coklat di gedung olahraga, aku nggak nyangka bakal ketemu kakak lagi, aku seneng banget dan aku ingin berterima kasih dengan memberi coklat itu.”
Jeffrina menarik nafas panjang.
Dia baru ingat dengan bocah yang pernah diselamatkannya sebulan yang lalu dari cowok-cowok berandalan. Jeff yang kesehariannya terbiasa memakai pakaian cowok, terlihat seperti cowok cantik oleh Arini.
“Nama gue Jeffrina, dan gue cewek tulen,” ujarnya seraya pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar