Doddy terkejut ketika dia sedang
mengendarai mobil Honda Jazz kesayangannya dia melihat sesosok pria tertidur di
jalan. Buru-buru dia menginjak rem sebelum mobilnya melindas tubuh yang
terbaring itu.
Apa-apaan
sih bapak itu tidur di jalanan! Kalau sampai dia tertabrak bagaimana!
Rutuknya kesal. Apa dia sudah terlalu mabuk sampai tidak bisa bangun lagi? Atau
jangan-jangan dia korban tabrakan dan tidak ada yang menolongnya?
Merasa penasaran Doddy keluar dari dalam
mobilnya. Dihampirinya tubuh pria itu. Sekedar untuk mengetahui apa dia masih
hidup atau mungkin sudah mati. Mudah-mudahan saja dia masih hidup jadi tidak
usah sampai menyusahkan. Harus lapor polisi lah, menghubungi rumah sakit lah,
jangan-jangan malah nanti dia jadi terseret-seret masalah lagi.
Perlahan Doddy membalikkan tubuh yang
tertelungkup itu dan dia tersentak kaget. Hampir saja jantungnya melompat
keluar. Keadaannya mengenaskan. Darah terus mengalir keluar membanjiri
tubuhnya. Tubuh Doddy langsung gemetaran. Dihempaskannya kembali tubuh yang
sudah terbujur kaku itu ke jalan lalu dia melangkah mundur selangkah demi
selangkah.
Kedua tangannya sudah dibasahi darah.
Pakaiannya juga. Darah itu tidak mau hilang. Padahal orang itu sudah mati
kenapa darahnya masih terus mengalir? Doddy semakin ketakutan. Dia ingin pergi
dari tempat itu tapi dia tidak bisa, kakinya seperti terpaku ke dasar bumi.
Jangan kan
untuk lari bahkan untuk melangkah pun sulit.
Wajah Doddy semakin memucat, seperti
tidak dialiri darah. Dan kemudian dia tersentak kaget ternyata semuanya hanya
mimpi. Dia lalu terbangun, di pegangi dahinya yang mengeluarkan banyak
keringat. Bergegas Doddy turun dari tempat tidurnya segera pergi ke kamar mandi
untuk mencucinya.
Hampir setiap malam sejak hari itu, dia
terus memimpikan mayat laki-laki berlumuran darah. Mimpi itu selalu mengusik
tidurnya. Membangunkannya. Tepatnya setelah dia menabrak laki-laki paruh baya
yang menggunakan motor bebek tua. Dan ironisnya Doddy takut untuk bertanggung
jawab. Dia lari tunggang-langgang usai mobilnya dengan kejam menabrak motor
bebek itu. Pengemudinya jatuh terseret dan anak gadis yang menjadi penumpang
terjatuh tak jauh dari motornya.
Doddy terlalu takut disuruh bertanggung
jawab. Dia tidak mau menghabiskan hidupnya didalam penjara. Masa depannya masih
panjang, jika dia menghabiskan separuhnya dalam penjara hanya akan
menghancurkan masa depannya. Karena itu dia meminta bantuan ayahnya untuk
menyembunyikannya. Tapi sekarang karena dia telah menjadi seorang pengecut.
Dosa itu malah terus menghantui hidupnya. Membayang-bayangi sepanjang hidupnya.
Rasa takut dan mimpi buruk tidak pernah dapat dihindarinya.
***
“Dod, kamu mau kemana?” Ibunya menyapa
ketika melihat putranya menuruni tangga sambil mengenakan jaket bersiap hendak
pergi. Anak itu kalau tidak ditanya tidak akan memberitahu kemana dia akan
pergi.
“Doddy mau menemui Feni, Ma.”
“Menemui gadis itu lagi? Setiap hari
kamu tidak pernah absen menemuinya.”
“Habis, dia anak yang menyenangkan, Ma,
kalau sudah sama dia berjam-jam juga tidak pernah membosankan.”
Ibu Doddy tersenyum. Sudah dapat
diperkirakan olehnya. Putra sulungnya ini sedang jatuh cinta. Dia pasti telah
jatuh cinta pada gadis itu. Jarang-jarang Doddy berwajah begitu ceria meski
hanya menyebutkan namanya.
“Kapan kamu mau mengenalkan dia pada Mama
dan Papa?”
“Aku ragu apa mama akan menyukai dia,
apalagi papa.”
“Loh kenapa? Kalau anak Mama menyukai
gadis itu, kenapa Mama harus tidak menyukainya? Kalau soal papa, Mama bisa
membujuk Papa.”
“Karena dia bukan anak orang kaya dan
terpandang seperti yang Papa sukai, dia hanya anak pegawai negeri, ayahnya
sudah meninggal dan ibunya yang janda harus membiayai hidupnya dan kakaknya
dengan bekerja di perusahaan finance selain itu dia juga tuna netra.”
Ibu Doddy terkejut mendengar penjelasan
putra sulungnya. Bukan karena gadis itu hanya anak seorang karyawan swasta yang
sudah yatim tapi dia buta. Kenapa Doddy bisa menyukai gadis buta? Tanpa perlu
dikenalkan pada ayahnya sudah pasti beliau menolak. Jangankan menyukai gadis
buta, menyukai gadis yang tidak sederajat dengan mereka saja pasti Doddy akan
ditentang.
Tapi ibu Doddy tidak bisa melarang
putranya jatuh cinta. Kalau sudah ingin Doddy seperti itu pasti tidak akan bisa
dilarang apalagi dalam urusan cinta. Melarang Doddy jatuh cinta sama saja
menyuruh matahari esok terbit di barat. Lantas kalau sudah begitu bagaimana
caranya memberitahu pada ayahnya? Doddy dan ayahnya sama-sama keras kepala.
***
“Doddy!” Wajah Feni berseri-seri
mengetahui tamu yang datang adalah orang yang sejak tadi dinanti kehadirannya.
Yang hampir setiap malam selalu hadir dalam mimpinya. Dan yang sudah membuatnya
sering tidak bisa tidur karena terlalu banyak memikirkannya.
Doddy hanya tersenyum melihat Feni bisa
menebaknya padahal dia tidak bisa melihat.
“Kok tahu sih aku yang datang?”
“Dari baunya juga sudah bisa ketebak,
ini pasti Doddy.”
“Dari baunya atau kamu sudah
memperkirakan kedatangan pujaan hatimu ini?” memerah wajah Feni di goda seperti
itu oleh Doddy. Membuat Doddy jadi gemas ingin sekali mencubitnya dan ingin
mengecupnya. Tapi tidak ingin dia melakukan hal seperti itu pada Feni. Gadis
ini tidak pantas hanya sekedar untuk diambil sarinya lalu dibuang ampasnya. Dia
gadis istimewa dan terlalu berarti untuk Doddy.
“Ayo masuk, Dod.” Feni
menggerak-gerakkan tongkatnya meraba-raba sekitarnya.
Miris hati Doddy setiap kali melihat
Feni yang seperti itu. Gadis itu cantik tapi kenapa harus buta? Feni memang
tidak buta sejak lahir, dia hanya korban tabrak lari dua tahun silam. Kedua
matanya menjadi korban karena kornea matanya rusak terkena pecahan kaca spion.
Ayahnya meninggal dalam kecelakaan itu. Feni terpaksa harus menunggu donor yang
bersedia memberikan sepasang mata padanya jika dia ingin melihat lagi.
Doddy mengenal Feni setengah tahun lalu
di sebuah taman ketika dia sedang jalan-jalan mencari udara segar. Tidak
seperti biasanya memang Doddy sudi mampir ke taman. Di taman itu dia melihat
seorang gadis sedang duduk sendirian, pandangannya lurus kedepan dan dia tidak
bergerak sama sekali. Doddy merasa heran melihat gadis itu. Kenapa dia terus
berada dalam posisi seperti itu selama bermenit-menit? Sekalipun sedang duduk biasanya
dia akan melakukan gerakan-gerakan kecil seperti mengalihkan pandangannya ke
arah yang lain.
Barulah Doddy tahu dia buta saat seorang
jambret merampas kalungnya. Begitu paniknya dia menyadari kalungnya hilang,
tangannya berusaha menggapai-gapai mencari sesuatu namun yang tertangkap
olehnya hanya angin. Dia berteriak meminta tolong lalu menangis. Tak ingin
Doddy membiarkan gadis itu bersedih, dia lalu menghadang jambret yang berlari
kearahnya. Untung saja dia karateka jadi dia bisa dengan mudah melumpuhkan
jambret itu. Di kembalikannya kalung itu pada gadis tadi. Dari sanalah mereka
berkenalan.
Hari itu ternyata Feni sedang
membiasakan dirinya sendirian sambil menikmati sejuknya udara taman. Dia tidak
ingin terus menyusahkan kakaknya, menjadi tongkat dalam hidupnya yang
membuatnya akan terus membutuhkannya untuk berpegangan. Terharu Doddy mendengar
penjelasan itu, dia jadi merasa penasaran ingin mengenal lebih jauh gadis ini.
Dan sekarang mereka sudah mulai akrab bahkan Doddy sudah berani menyatakan
cintanya dua minggu lalu. Feni memang belum menjawabnya tapi Doddy tahu
perasaan mereka sama.
“Kamu mau minum apa, Dod, biar aku
buatkan.”
“Nggak usah repot-repot.”
“Tenang saja, aku sudah bisa buatkan
minuman buat kamu kok, mau kubuatkan es jeruk, panas-panas begini pasti segar
kalau meminum es jeruk.”
“Boleh kalau begitu.”
Feni lalu pergi ke dapur. Doddy
mengikuti langkahnya. Dia juga ingin tahu sampai sejauh mana Feni bisa bekerja
sendiri. Diperhatikannya Feni yang sedang menyiapkan es jeruk dari sirup rasa
jeruk. Dia tidak salah menakar banyaknya sirup dan air kedalam gelas yang sudah
dipersiapkannya. Dia juga menuangkan es ke dalam gelas dengan tepat, tidak
sampai menumpahkan isinya. Tidak ragu juga dia membawa es jeruk dengan sebelah
tangannya.
Bergegas Doddy kembali ke ruang tamu
sebelum Feni mengetahui dia sudah mengintipnya. Feni melakukan semua
pekerjaannya seolah kedua matanya dapat melihat dengan normal. Dia sudah
membiasakan dirinya dengan kegelapan padahal menurut ibunya sejak kecil Feni
paling takut dengan gelap. Terbayang olehnya bagaimana hari-hari pertama yang
dijalani Feni dalam kegelapan yang selalu ditakutinya.
“Nah, kamu lihatkan aku berhasil
membuatnya?” Doddy tersenyum. Meski dia tahu Feni tidak akan bisa melihat
senyumnya tapi tidak dia sesali senyum itu.
“Terima kasih.”
Kedatangan Doddy kerumah sudah menjadi
kegiatan rutin sehari-hari. Meski terkadang Feni bingung mau mengajak Doddy
mengobrol apa tapi kebersamaan mereka tidak pernah menjadi sia-sia. Doddy
selalu punya bahan pembicaraan yang mengasyikan.
“Dod, boleh aku meraba wajah kamu?”
sesaat Doddy terdiam. Dibawanya kedua telapak tangan Feni ke wajahnya. Hanya
dengan cara meraba wajah oranglah Feni bisa mengenali orang lain. “Kalau aku
ingin melihat lagi, orang pertama yang ingin sekali kulihat adalah kamu, Dod,
aku ingin melihat wajah ganteng kamu.”
“Tapi aku jelek loh, Fen, mukaku
bopengan, punya tompel besar di pipi, hidungku pesek, mataku bulat seperti ikan
koki, pokoknya aku nggak seganteng yang kamu kira.”
“Jangan suka menyumpahi diri sendiri,
Dod, nanti kuwalat baru tahu rasa.” Feni mengucapkannya sambil tersenyum tapi
Doddy sama sekali tidak memperlihatkan senyum di wajahnya.
“Tapi aku memang tidak sebaik yang kamu
kira.” Feni tertegun.
Apa maksud ucapan Doddy? Dia sama sekali
tidak dapat mengiranya. Pasti maksudnya bukanlah wajahnya yang jelek. Doddy
tidak jelek kok, Feni dapat merasakannya. Wajahnya tidak seburuk yang dia
katakan.
Doddy memang menyimpan satu rahasia.
Rahasia yang sama sekali dia tidak ingin Feni mengetahuinya. Dia tidak mau jika
sampai Feni mengetahui rahasia itu, gadis itu jadi menjauhinya. Membencinya dan
tidak ingin menemuinya lagi. Karena kehadiran gadis inilah Doddy jadi merasakan
gairah hidup kembali.
Dari Feni dia dapat melihat, ketegaran
seorang gadis. Meski dia hidup dalam kegelapan yang mungkin seumur hidupnya, kehilangan
orang yang paling disayangi dalam waktu bersamaan, tapi dia tetap berdiri
diatas kakinya sendiri. Bahkan Feni tidak ingin menyusahkan orang lain meskipun
dia buta. Dan dia ingin tetap bersemangat seperti Feni.
Selama ini hidupnya selalu bergelimangan
harta. Doddy tidak pernah kurang suatu apapun. Ayahnya yang seorang pedagang
besar dapat memenuhi segala permintaannya. Bahkan untuk membebaskannya dari
balik jeruji besi pun tangan ayahnya lah yang bergerak. Doddy di sembunyikan
diluar kota ,
mobil yang pernah menabrak orang itupun dibuang dan menggantinya dengan mobil
baru.
Demi melindungi anak laki-laki semata
wayangnya ayah Doddy memang rela melakukan apapun. Tapi dosa itu tetaplah tidak
bisa dihindari oleh Doddy. Meski ayahnya punya uang miliyaran sekalipun mimpi
buruk itu tetap tidak mau enyah menghantui hidup Doddy.
***
Ibu Feni merasa senang melihat putri
bungsunya sudah dapat lebih bersemangat lagi dari sebelumnya. Karena kehilangan
ayah yang paling disayanginya dan cahaya hidupnya, Feni pernah berniat ingin
bunuh diri. Feni memang paling dekat dengan ayahnya dan ketika ayahnya pergi
dia seolah tidak memiliki sandaran hidup lagi.
Tapi ketika Feni melihat ketegaran
ibunya yang tetap berjuang menghidupi kedua putrinya sebagai single parent Feni
jadi merasa tidak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Dan sekarang dengan
kehadiran Doddy semangat Feni untuk bisa berdiri diatas kakinya sendiri semakin
menyala. Dialah yang sekarang menjadi cahaya untuk Feni. Cinta Doddy lah yang
menunjukkan jalan kehidupan baru untuk Feni.
“Nak Doddy, tante berterima kasih karena
selama ini Nak Doddy mau menemani Feni, sejak dia tuna netra, teman-temannya
menjauhi Feni, tidak ingin ada yang menemaninya lagi tapi Nak Doddy meski tahu
Feni tidak dapat melihat, Nak Doddy tetap berada di sampingnya. Tante merasa
senang sekali melihat Feni bersemangat lagi.”
“Tante tidak usah berterima kasih sama
Doddy, justru karena Feni, Doddy dapat menemukan hidup Doddy lagi. Dulu
sebenarnya Doddy bukan anak baik, tante, Doddy hanya anak berandalan,
teman-teman Doddy tidak jauh dari alkohol, narkotik, dua kali Doddy pernah
hampir mati karena OD, Doddy malah sudah putus asa, tante, Doddy tidak tahu apa
Doddy bisa berubah dan lepas dari narkotik tapi waktu Doddy lihat semangat Feni
untuk bisa berdiri dengan mengandalkan kaki sendiri meski dia tidak bisa
melihat, Doddy sadar selama ini Doddy hanyalah anak manja dan sedikit demi
sedikit Doddy sudah mulai bisa lepas dari barang-barang haram itu.”
Doddy salah mengambil jalan pun karena
selama ini dia kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Mereka sibuk
dengan urusan masing-masing dan mengabaikan anaknya. Doddy hanyalah salah satu
dari sekian anak korban broken home.
“Sebenarnya kamu ini anak baik, Doddy,
hanya saja karena pergaulan kamu jadi salah memilih jalan, syukurlah kalau kamu
akhirnya sadar.”
“Doddy bukan anak baik, tante, Doddy
tidak sebaik yang tante kira.”
Doddy menundukkan kepalanya membenamkan
wajahnya dibalik kedua lututnya. Tubuh Doddy bergetar. Dia tampak sedang menyembunyikan
suatu masalah besar tapi tak sanggup untuk diungkapkannya. Dan Doddy pun tidak
kuasa lagi menyimpannya lebih lama. Apa yang terjadi pada anak remaja ini?
“Dod, kalau ada yang ingin kamu katakan,
katakan saja, jangan kamu pendam seperti ini. Beban akan terasa lebih ringan
kalau kita mau berbagi cerita dengan orang lain meskipun Tante mungkin tidak
bisa memecahkan masalahmu tapi Tante bersedia menjadi pendengar Doddy yang
baik.”
“Doddy… Doddy….” Tenggelam kembali
kata-kata yang sudah hampir meluncur dari bibirnya. Dia takut ibu Feni marah
jika dia mendengar pengakuannya ini. “Tante, Doddy lah yang telah menabrak Feni
dan ayahnya malam dua tahun yang lalu, maafkan Doddy, Tante, Doddy memang
salah.”
Ibu Feni terkejut mendengar pengakuan
pemuda ini. Dia tidak mengira ternyata Doddy lah pelaku yang telah menabrak
suami dan anaknya lalu kemudian melarikan diri. Tapi kenapa dia harus melarikan
diri dan tidak menolong korbannya? Dokter pernah mengatakan, andai saja korban
ini dibawa ke rumah sakit lebih cepat mungkin masih bisa tertolong. Ayah Feni
meninggal karena kehabisan banyak darah.
“Waktu itu Doddy takut sekali, tante,
waktu melihat darah bercecaran di jalan, Doddy benar-benar takut, Tante, Doddy
tidak mau masuk penjara, Tante, tapi Doddy sudah membunuh ayah Feni dan membuat
Feni jadi buta, Doddy jadi merasa sangat bersalah, selama ini dosa itu terus
menghantui Doddy, Tante, Doddy juga tidak mengira kalau akan bertemu lagi
dengan Feni, tadinya Doddy juga tidak tahu kalau dia korban yang sudah Doddy
tabrak lalu setelah mendengar cerita dari Feni tentang matanya yang buta,
barulah Doddy sadar Feni adalah orang yang pernah ditabrak Doddy.”
Ibu Feni tidak mampu berbicara apa-apa
lagi. Doddy hanya diam tertunduk menahan kesedihannya. Dan diantara keheningan
mereka, dari jarak yang tidak begitu jauh terdengar suara benda terjatuh.
“Feni.” Terkejut Doddy dan ibu Feni
melihat gadis itu berdiri tak jauh ditempat mereka. Tongkat Feni terjatuh, dia
pasti sudah mendengar semua pengakuan dosa Doddy.
“Jadi… Jadi… kamu pelakunya?! Kamu yang
sudah buat Ayah meninggal dan mataku buta! Aku nggak nyangka, Doddy, jadi
selama ini kamu dekati aku cuma buat menembus dosa! Kamu jahat, Doddy! Kamu
udah mempermainkan aku!” airmata Feni jatuh mengalir.
“Feni, dengarkan dulu penjelasan aku.”
“Apa yang perlu dijelaskan lagi?
Semuanya sudah jelas, kamu nggak pernah sayang aku kan ? kamu nggak pernah cinta aku, kamu melakukan
semua ini karena kamu merasa bersalah sama aku. Kamu cuma pengen menebus dosa
kamu kan ?”
“Aku cinta sama kamu, Fen, tulus. Aku
dekati kamu bukan sekedar buat menebus dosa, aku bener-bener sayang kamu.”
“Kamu tuh orang yang nggak punya hati,
Dod, kalau kamu emang punya hati, nggak mungkin kamu biarin Ayah aku mati begitu
saja, aku nggak keberatan sekalipun mata aku buta untuk selamanya, tapi kamu
udah bunuh Ayah, Dod… kamu tahu berartinya Ayah buat aku seperti apa?”
“Aku tahu ini salah aku, aku minta maaf,
aku juga tersiksa karena terus menanggung beban dosa ini, aku mengaku awalnya
aku deketin kamu cuma buat menebus dosa, seenggaknya untuk meringankan beban di
hati aku tapi selama dekat sama kamu, kenal sama kamu, semakin lama perasaan
cinta yang awalnya cuma pura-pura membuat aku benar-benar cinta sama kamu, aku
tahu ini bukan saat yang tepat untuk mengakui cinta, tapi aku nggak bisa
berbohong lagi, kamu tahu sendiri kan cinta datang tidak diundang, kamu juga
pernah merasakan jatuh cinta, kamu pasti tahu seperti apa rasanya.”
Feni terdiam sejenak. Dia mengerti
seperti apa rasa sakit menanggung beban dosa seperti yang dialami Doddy
sekarang. Dan dia tidak mau menjadi orang yang telah menyiksa hati orang lain,
meskipun masih berat baginya menerima kenyataan, orang yang dicintainya adalah
pembunuh Ayahnya.
“Okey, aku maafin kamu, aku juga nggak
mau jadi orang jahat yang menyiksa perasaan orang lain dengan nggak memberinya
maaf. Tuhan saja bisa memaafkan, kenapa aku manusia nggak?” Doddy tersenyum
senang mendengarnya. Dibalik kekesalan Feni masih ada kata maaf dihatinya.
“Tapi aku ingin kita seperti dulu lagi, anggap aja diantara kita nggak pernah
ada apa-apa, yah mungkin hanya sekedar teman, ketemu selewat, udah nggak ada
kejadian apa-apa diantara kita, nggak ada hubungan apa-apa karena terlalu sulit
buatku jadi pacar kamu.”
“Ok, aku terima, aku senang kamu sudah
maafin aku, tapi tadi kamu bilang anggap aja kita sekedar temen atau ketemu
selewat lalu kenalan, kalau gitu berarti kamu memperbolehkan aku buat mendekati
kamu sekali lagi, mengambil hati kamu sekali lagi dan dari teman bisa menjadi
pacar lagi.”
Feni terkesiap mendengarnya. Maksud
hatinya dia ingin mengusir Doddy dengan cara halus, tapi Doddy malah mengatakan
akan mengambil hatinya lagi. Seenaknya saja dia mengambil keputusan.
“Terserah kamu.” Feni berlalu tanpa
menoleh lagi. Dan Doddy hanya bisa tersenyum senang melihat kesediaan Feni
membuka hatinya lagi untuknya, dia bertekad akan memenangkan hati Feni kembali.