Ketika
Saskia tengah duduk di sebuah kursi rotan yang diletakkan di teras rumahnya, dia
melihat sesosok punggung cowok tinggi tengah bermain bulu tangkis di halaman
rumahnya bersama dengan abangnya, Reza. Dahi Saskia berkerut heran, teman abangnya
kah cowok itu? Rasanya dia tidak terlalu mengenalnya, meski hanya terlihat
punggungnya biasanya dia bisa langsung mengenali teman abangnya yang sering
datang ke rumah.
Sebuah
kok jatuh tak jauh dari tempatnya duduk, cowok berpostur kurus itu lalu berbalik
untuk mengambilnya, dalam hati Saskia berdoa, berharap cowok itu menoleh
kearahnya. Dan hanya selang beberapa detik, usai cowok itu mengambil koknya,
dia lalu menoleh, bukan hanya sekedar menoleh tapi menatap lalu dia
menyunggingkan seulas senyum menawan. Saskia terhenyak, karena terlalu
terpesona pada senyumnya, dia sampai lupa bagaimana cara menyetel senyum manis
di bibirnya, Saskia hanya mampu membalas dengan senyum kaku. Si cakep lalu
kembali pada permainannya.
Saskia
memegangi dadanya sendiri, kenapa dentuman jantungnya terasa begitu kencang?
Nafasnya pun terasa sesak, apa ada yang telah menyumbat paru-parunya? Dia pun
merasa pipinya panas, rasanya seperti baru saja direbus dalam dandang besar,
pasti warnanya pun sudah memerah. Saskia sama sekali tidak memahami, ada apa
dengan dirinya? Mengapa dia jadi salah tingkah seperti ini.
Saskia
lalu beranjak dari tempat duduknya kemudian dia berlari ke kamarnya yang berada
di lantai atas. Dengan cepat dia berlari lalu masuk ke dalam kamarnya dan
menutup pintu kamar rapat-rapat, disandarkannya punggungnya di balik pintu
kamar, Saskia tersenyum sendiri saat kembali terbayang olehnya pesona senyum
cowok tadi yang begitu rupawan.
Ingin
sekali tadi dia menyapa lalu mengajak berkenalan, tapi Saskia sama sekali tidak
berani. Bagaimana dia bisa menyapa lalu mengulurkan tangan dan mengajak
berkenalan, kalau dia sendiri sama sekali tidak bisa menenangkan jantungnya
yang hingga kini masih berdetak tidak karuan.
Dipandangnya
telapak tangannya yang masih menyisakan gemetaran, dia lalu melompat ke atas
tempat tidur. Memeluk gulingnya erat-erat kemudian membenamkan wajahnya ke
guling dan berteriak sekuatnya.
Inikah
yang namanya cinta pertama? Rasanya begitu indah, seperti tengah menikmati
keindahan taman bunga, menyebarkan harum ke seluruh penjuru dunia dengan
hamparan rumput hijau yang menyejukkan. Keindahannya selalu membuat wajah ingin
tersenyum.
***
“Sasi!
Dipanggil Mama!” Reza berteriak dari ujung tangga.
Mendengar
panggilan abangnya, sontak Saskia melompat dari tempat tidur. Dirapikannya
rambut panjangnya yang tergerai menutupi punggung dengan sisir, agar tampak
manis dia menyematkan sebuah jepit. Karena yakin teman Reza masih ada dibawah,
Saskia tidak ingin wajahnya terlihat tampak pucat, dia lalu memupuri wajahnya
dengan bedak dan memoles bibirnya dengan lip gloss. Setelah rapi dia lalu
turun.
Dengan
langkah riang Saskia menuruni anak tangga, tapi sejenak kemudian dia tertegun
melihat Hamzah bolak-balik didalam rumahnya. Lalu dengan tidak sopannya dia
duduk di sofa ruang tengah bersila lalu dia menonton televisi.
Tidak
sopan sekali cowok ini? Saskia mendumal kesal. Tampang sih boleh ganteng tapi
sikapnya di rumah orang kok kurang ajar!
“Hamzah,
dicoba tuh kuenya, buatan Sasi loh.” Mama mempromosikan.
“Oh,
iya tante, wah enak nih.”
“Ma,
siapa sih dia, kok dusun* banget.”
“Loh,
masa Sasi nggak kenal sama A Hamzah, kakaknya Vivi, anak sulung Bi Hani.”
Mata
Saskia membalalak dengan mulut menganga. Dia sama sekali nggak kenal dengan
abangnya Vivi yang sekarang sedang bersekolah di Serang itu. Saskia kecewa
berat, kiranya dia teman Reza. Tapi meski begitu Saskia tetap menikmati
keindahan pesona Hamzah dan getaran ketika dia tengah jatuh cinta meski hanya
sekejap saja.
(Cerita ini sekilas kisah pertama kali aku merasa berdebar-debar saat bertemu cowok yang ternyata sepupuku sendiri dan hanya Tuhan yang tahu siapa sepupuku itu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar