Welcome

Welcome

Rabu, 15 Juli 2015

Valentine manis untuk Eka

“Valentine ntar lu bakal rayain ama siapa, K, Nick bakal pulang ga?” Ina memerhatikan Eka yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Eka mendesah.
Kurang dari seminggu lagi tanggal 14, hari yang dinanti-nanti oleh ABG terutama anak perempuan, apa lagi kalau bukan valentine tentunya. Hari kasih sayang. Ah, konyol sekali rasanya jika kasih sayang hanya diperingati sekali dalam setahun, kalau kita mau, kasih sayang bisa saja diperingati setiap hari. Hanya karena St. Valentine sering menjodoh-jodohkan orang lantas hari lahirnya diperingati sebagai hari Valentine.
Tahun ini Maya, teman satu kost-nya, akan melewatkan Valentine-nya lagi dengan Dimas, dan mereka pasti akan merayakan Valentine sambil merayakan hari jadian mereka. Siapa yang akan menyangka kalau Maya dan Dimas bisa bertahan sampai setahun, Maya yang biasanya cepat bosan ternyata bisa awet juga sama si kutu komputer – Dimas demen banget berselancar dengan internetnya, makanya teman-teman menjulukinya kutu komputer. 
Sementara Ina yang dua bulan lalu masih jomblo, ternyata berhasil juga ngegebet kapten tim basket sekolah mereka. Bikin para penggemar si duta sekolah patah hati. Habis syarat untuk menjadi pacar Ina itu susah, dia ingin pacar yang tingginya sepuluh senti diatasnya sedangkan Ina sendiri tingginya mencapai 170, makanya yang berhasil ngegebet Ina cuma Tyan, cowok paling jangkung di sekolah.
Tapi Eka sama sekali nggak punya rencana untuk menghabiskan malam valentine ini dengan siapapun, termasuk Nick. Walaupun cowok yang sedang kuliah di Aussie itu telah menjadi kekasihnya sejak tahun lalu.
“Nggak mungkin Nick bakalan pulang, gue ga yakin.” Eka masih meneruskan kegiatannya mengeringkan rambut dengan handuk. Nggak ada hairdryer di tempat kost, kerena mereka harus menghemat pengeluaran.
“Tahun lalu Nick pulang kan? Elu bersenang-senang sama dia.” Maya ikut nimbrung.
“Iya, tahun kemarin dia datang, gue pikir dia ga bakalan balik.”
“Siapa tahu sekarang juga dia bakal kasih surprise lagi buat lu dengan pura-pura nggak pulang… ah, nyesel gue waktu dia pulang ga sempet lihat padahal gue penasaran pengen lihat mukanya kayak apa, dari situ dia ga pernah pulang lagi ya, apa lu ga papa ditinggalin terus sama cowok lu begini?”
“Kado dan bunga dari Nick kan selalu datang.” Maya malah yang menjawab.
Lalu belum sempat Eka memberikan pendapatnya tentang cowoknya yang berada diluar negeri, pintu rumah kontrakan mereka ada yang mengetuk. Ina lalu berjalan ke depan untuk membukakan pintu.
“Gue ga butuh kado karena gue ga pacaran sama kado,” tukas Eka kesal.
“Duh… datang lagi nih bingkisan dari Nick.” Ina menyela dua menit kemudian. “Tadi ada kurir yang kirim kado ini.” Diserahkannya kotak berpita soft pink pada Eka.
Eka mengangkat alisnya, digantungkannya handuk basahnya di tempat jemuran. Kemudian dia meraih sisir untuk merapikan rambutnya. “Buka gih,” ujarnya pada teman-temannya.
Mereka lalu membantu Eka membuka bingkisan dari Nick. Tidak ada alamat pengirim dan bingkisan diantar jasa kurir, tidak beralamatkan dari Aussie seperti yang biasanya. Ina dan Maya terkejut ketika melihat isinya, sebuah dress berwarna gading. Dress cantik yang pernah mereka lihat di salah satu etalase toko, bagaimana mungkin Nick yang berada di Aussie tahu baju ini pernah menghipnotis Eka sesaat.
“Cindy,” desis Eka. “Dia pasti yang kasih tahu Nick kalo gue suka baju ini.”
“Adiknya Nick itu? Elu cerita sama dia?”
“Gue pernah jalan ama dia beberapa kali dan lihat gue sering berhenti depan etalase toko baju ini.”
Wuih, perhatian sekali adiknya Nick itu sampai tahu apa yang disukai pacar Kakaknya, lalu menyampaikannya pada Nick agar mau membelikan dress ini untuk kekasihnya yang berada jauh di Indonesia. Mereka tadi sempat berpikir Nick ada di Indonesia, mungkin dia sudah pulang tanpa sepengetahuan Eka, buat surprise.
“Jangan-jangan Nick pengen elu pakai baju ini ke suatu tempat, lalu kalian berdua merayakan valentine, siapa tahu dia ngajak elu ke resto, K.”
“Ga mungkin, My, dia ga bakalan seromantis itu.”
“Eh, kata siapa, ini ada kartu dari Nick, katanya ‘valentine nanti, aku tunggu kamu di kafe Casabalanca, pakai dress ini ya’.” Dengan suara keras Ina membacanya. “Tapi kok dia ga jemput sih?”
“Nah itu yang gue ga suka, makanya gue ga bakalan datang, lagian kan tadi gue udah bilang, gue ga butuh kado karena gue ga pacaran sama kado.” Tapi meski Eka mengatakan itu, dia tetap merampas bingkisan itu dari tangan Ina.
“Tahun kemarin katanya Nick datang bawa Jazz, emang Nick kayak apa sih?” Ina melirik Maya. “Apa dia cowok tajir?”
“Mana gue tahu, kan kita sama-sama belum pernah ketemu Nick, kita cuma denger Nick dari cerita si Eka aja, kayaknya sih emang tajir, kalau ga mana mungkin sih dia utus adiknya buat beliin dress? udah gitu pasti ganteng deh, hem… tipe tukang selingkuh, jangan-jangan di Aussie sana dia emang udah selingkuh.”
“Hush. Jangan gitu, My, masa lu doain temen sendiri?”
“Gimana kalau kita ke kafe Casablanca aja malam nanti buat lihat Nick.”
Usul yang bagus.
                                                                                    ***
sumber gambar : Indopos.co.id
Taburan warna pink semakin menebarkan pesonanya di beberapa tempat, pernak-pernik valentine sudah dijual di berbagai toko sejak akhir Januari. Toko yang menjual bunga pun sepertinya kebanjiran pembeli di hari valentine ini. Dari tadi, sepanjang dia jalan dari gerbang menuju kelasnya, beberapa kali Eka mendengar dari anak-anak cewek yang berpapasan dengannya sibuk membicarakan rencana mereka. Eka hanya menarik nafas panjang.
Apa malam valentine ini akan dia lewati seorang diri lagi? Bikin jemu saja. sementara teman-temannya menghabiskan malam valentine mereka bersama dengan kekasihnya, sedangkan dia? Malam valentine hanya tinggal beberapa jam lagi, tapi tidak ada rencana yang dibuatnya untuk melewatkan malam valentine, andai saja Nick tiba-tiba muncul di depannya memberi kejutan… tapi jelas itu nggak mungkin!
Kenapa sih harus ada hari valentine segala, dan kenapa harus dirayakan. Padahal sudah ada larangan merayakan valentine tapi masih ada aja yang merayakannya. Kasihan yang jomblo kan? Emang sih valentine ga harus dirayakan sama pacar, tapi buat Eka yang jauh dari orang tua, dia nggak bisa merayakan valentine dengan keluarganya, sedangkan teman-teman dekatnya merayakan valentine dengan pacar masing-masing, lalu pacar? Hem…. Rasanya lengkap sudah penderitaan Eka valentine ini.
Kalau saja ada lubang atau gua, Eka ingin sekali setiap hari valentine atau malam minggu, dia sembunyi di gua untuk menenangkan dirinya, biar nggak iri sama cewek-cewek yang bisa melewatkan malam minggu sama pacar. Atau andai saja di dunia ini ada undang-undang yang melarang pacaran di depan jomblo (mau jomblo karena ga punya pacar atau jomblo karena pacarnya jauh jadi ga bisa sering menemani). Pasti ga bakal ada yang merasa iri lagi. Tapi yah, itu sama saja ama merampas hak asasi orang berpacaran.
Atau sekalian saja dia bikin komunitas, perkumpulan para jomblo atau ikatan para jomblo. Tapi, ah… mana ada orang yang mau daftar jadi anggota, mana ada sih yang mau mengakui kalau dirinya jomblo, pasti gengsi.
“Eka!” suara khas Jono yang cempreng macam cewek memanggilnya. Eka lalu menoleh. Cowok kurus berkacamata dengan penampilan rambut harajukunya berlari menghampiri.
“Hai, Jon! Tumben jam segini baru muncul.” Eka meninju lengan Jono pelan. Biarpun agak nyentrik tapi Jono termasuk cowok yang rajin dan pintar di sekolah.
“Aku nunggu kamu.” Alis Eka menaik. Jono menunggunya, ada apa? “Malam ini….”
Eka sama sekali tidak bisa mendengar kelanjutan pembicaran Jono karena tiba-tiba deru suara motor Yudi membelah halaman sekolah. Sesaat Eka menoleh ke samping memerhatikan motor sport Yudi melaju dengan sombongnya. Dasar anak orang kaya, motornya aja sampai ikut-ikutan sombong.
“Jam delapan ya, K.” Eka tertegun mendengar akhir pembicaraan Jono. Dia hampir lupa sedang berbicara dengan si nyentrik gara-gara perhatiannya teralihkan dengan kemunculan Yudi. “Eka, jawab dong….” tuntut Jono.
“Oh, iya… iya…” Tidak punya pilihan lain, Eka hanya bisa mengiyakan.
Jono tersenyum senang. “Thank’s, K.” kemudian dia berlari pergi meninggalkan Eka yang masih tertegun.
                                                                        ***
“K, tadi Yudi nelepon nyariin elu.” Tiba-tiba Ina memberi berita yang mengejutkan ketika Eka baru saja muncul ditempat kost. “Katanya dia udah SMS dari tadi tapi ga dibales.” Eka baru ingat, hapenya sejak tadi memang dia silent biar dia nggak usah dengar ocehan teman-temannya yang sengaja menelepon untuk memberitahukan dengan siapa mereka kencan.
Pasti ujung-ujungnya juga mereka pasti akan menyinggungnya dengan mengatakan. “K, kapan sih elu berenti jadi jomblo.” atau “K, emang Nick itu nyata ya, kok elu ga pernah kenalin sih sama kita-kita?” atau yang lebih parah lagi, mereka bilang. “K, kapan elu baligh kok sampe sekarang elu ga punya pacar aja, jangan-jangan hormon elu kebalik.” Buset deh, emangnya hormon terbalik itu macam apa yah?
Tapi meski Ina sudah memberikan kabar mengherankan itu, Eka tetap tidak memerdulikannya. Apa sih maunya si Yudi, paling-paling mau nagih hutang yang entah kapan pernah dia lakukan. Si Yudi emang sarapnya suka kumat, suatu hari tiba-tiba saja dia pernah bilang, “Eka, elu punya utang sama gue, suatu hari gue pasti bakal nagih utang lu.” Emangnya kapan juga lagi dia pernah minjem uang sama cowok sombong itu? Mentang-mentang anak ketua yayasan!
“Dia bilang elu punya utang sama dia, utang apaan sih? Dia bilang malem ini elu harus bayar, ngapain juga sih berurusan sama Yudi?”
“Gue aja sendiri ga inget pernah berurusan sama dia, jadi kapan gue pernah punya utang sama dia ya gue ga inget, kalo emang gue punya utang, ga mungkin sih gue lupa.” Ina hanya mengangkat bahu karena dia sendiri juga nggak mengerti.
                                                                        ***
Dari jam empat sore, Maya dan Ina sudah sibuk mempersiapkan segalanya dengan sesempurna mungkin. Tapi Eka malah acuh tak acuh saja, dia asik baca novel sambil telungkup.
“K, minta perfume dong, punya gue abis nih.” Ina menerobos masuk.
“Ambil.” Eka menyahut tanpa melepaskan matanya dari novel.
“Lu serius ga bakalan temuin Nick, K?”
“Gue kan pernah bilang.”
“Jangan gitu dong… emang lu ga kangen sama Nick, kalian kan udah lama ga ketemu.” Maya muncul diambang pintu. “Ayo sini gue dandanin lu, mumpung masih ada waktu.”
Eka benar-benar tidak bisa terus-terang sebenarnya tidak ada Nick. Semua itu hanya khayalannya semata, dia memang telah terlalu berlebihan menceritakan kisah cintanya yang tidak pernah terjadi bersama Nick.
Nick emang bukan hanya sekadar cowok imajinasinya semata, sosok nyatanya memang ada. Cowok itu teman SMA Ivan, Kakak cowok Eka, cinta terpendamnya yang ga pernah bisa tersampaikan. Dulu Eka masih kecil dan sangat pemalu untuk berterus-terang pada Nick, sampai cowok itu pergi ke Melbourne karena mendapat beasiswa kuliah disana. Lagipula Ivan juga sangat melarang dia dekat dengan teman-temannya.
Sejak dulu Eka sering berkhayal andai Nick menjadi pacarnya, dan sering berimajinasi menghabiskan waktu berdua dengan Nick. Sampai tidak terasa khayalannya itu meresap ke dalam hatinya, dan dia selalu merasa Nick sebagai kekasihnya. Kiriman kado, bunga, dan termasuk dress yang dikirimkan Nick untuknya berasal dari kantongnya sendiri. Dia berpura-pura seolah Cindy yang membelikan.
Dia sampai sengaja meminta Kakak perempuannya yang juga tinggal di Melbourne untuk mengirimkan barang-barang itu dari sana, hanya untuk menyakinkan teman-temannya bahwa kiriman itu memang berasal dari Nick. Dia selalu mengarang cerita apapun soal kisah asmaranya dengan Nick, sepertinya dia berbakat jadi pengarang.
Dia melakukan itu semata karena tidak mau disebut jomblo, dari SMP sampai dia kelas dua SMA, Eka nggak pernah punya pacar. Dia merasa malu sekaligus iri sama teman-temannya, terkadang dia pun berandai-andai tiba-tiba saja banyak cowok yang mengajaknya kencan. Sekarang Eka tidak bisa berterus-terang pada Maya dan Ina dengan kebohongan itu.
                                                                        ***
Eka terkesiap melihat bayang wajahnya dibalik cermin, kedua temannya sudah menyulapnya sedemikian rupa hingga dia terlihat sangat cantik. Rambut panjangnya yang sudah dikeriting, diikat dengan rapi. Wajahnya yang jarang sekali bersentuhan dengan kosmetik selain bedak dan pelembab, telah diberi warna sana-sini hingga tampak beda. Tubuhnya pun sudah berbalut dress – pemberian Nick. Benarkah bayangan cermin ini dirinya?
Ina tersenyum puas melihat hasil karya keroyokannya bareng Maya. Eka yang selalu tampil apa adanya ini berubah jadi sangat feminin. Memang hebat efek kosmetik buat cewek. Tapi Eka sudah tidak dapat menahan air matanya lagi, dia merasa sangat bersalah pada kedua sahabatnya ini. Kebohongannya sudah benar-benar tidak bisa dimaafkan lagi.
“Ina…! Maya…! Maafin gue….” Seketika Eka menangis sesegukan. Membuat Ina dan Maya tertegun melihatnya.
“Elu kenapa, K? kok nangis sih? Elu ga perlu merasa terharu sampe nangis begitu,” bujuk Ina sambil menepuk bahu Eka.
“Maafin gue… gue selama ini udah bohong sama kalian.” Air mata Eka masih mengalir deras.
Dengan berat hati Eka pun akhirnya berterus-terang. Dia sudah tidak perduli lagi meski nantinya Maya dan Ina akan menertawakannya, akan lebih baik jika dia tidak terus menutupi kebohongannya dengan kebohongan yang baru lagi. Bukankah keterus-terangan malah akan lebih indah. Dan Eka pun sudah tidak perduli meski nantinya Ina ataupun Maya berbalik jadi benci padanya, karena dia sudah berbohong.
“Udahlah, K… elu ga perlu nangis gitu, gue ngerti kok perasaan elu.” Maya memberikan pelukan pada Eka, meyakinkan sahabatnya bahwa dia tidak akan marah meski sahabatnya sudah berbohong.
Memang sangat tidak menyenangkan dibohongi teman sendiri, tetapi akan lebih tidak menyenangkan lagi jika harus memusuhi teman. Toh kesalahan Eka hanyalah karena dia tidak bisa berterus-terang dengan kejombloannya, dan mereka pun merasa terhibur setiap kali mendengar dongeng-dongeng Eka yang selalu indah tentang kisah cintanya dengan Nick.
“Udah… udah… stop nangisnya, gue buka pintu dulu ya.” Ina lalu keluar setelah terdengar bunyi ketukan pintu yang bersahut-sahutan.
Kurang dari dua menit Ina sudah kembali ke kamar Eka yang berada di tengah-tengah rumah dengan tergesa-gesa, membuat Maya dan Eka keheranan melihatnya.
Ada apa, Na, kaya abis lihat maling aja.”
“Diluar ada Yudi sama Jono lagi berantem.”
“Yudi sama Jono berantem?” Eka dan Ina menyahut kompak sambil saling bertatapan. Kemudian bergegas mereka bertiga keluar untuk melihat situasi.
“Eh, apa-apaan ini.” Secepatnya Eka melerai mereka yang lagi saling jambak kerah sok jagoan. Ditangan mereka sudah menenteng buket bunga. “Elu berdua pada ngapain sih berantem di depan rumah orang, malu sama tetangga, kalau ada yang ngelapor sama induk semang, kita yang bakal dimarahin tahu.”
“Kamu juga sih, tadi pagi kan kita udah janji kencan malam valentine ini, aku udah bilang malam ini aku pengen kencan sama kamu, aku jemput kamu jam delapan, tapi kenapa kamu malah janjian juga sama si brengsek Yudi padahal kamu tadi udah bilang iya.” Jono merutuk kesal.
“Oh, jelas elu yang kegeeran, Jon, Eka udah bikin janjinya sama gue dari bulan Agustus lalu.”
“Stop! Kalian udah gila ya, gue nggak ngerasa pernah janjian ama kalian, emm…” Sejenak Eka terdiam. “Sorry Jon, sebenarnya tadi pagi gara-gara motor Yudi yang muncul tiba-tiba, gue sama sekali nggak denger elu ngomong apa, gue cuma denger elu ngomong. ‘malam ini jam delapan’ tapi kelanjutannya gue nggak tahu, gue bilang aja iya biar cepet beres tapi gue nggak ngira kalau elu bakal jemput gue buat kencan malam ini.”
Jono terhenyak. Ditatapnya Eka dengan perasaan kecewa. Tidak disangkanya pagi tadi Eka sama sekali tidak memerhatikan kata-katanya, padahal dia sudah berbunga-bunga bahagia karena bisa berkencan dengan Eka.
“Dan elu juga, Yud, emang bulan Agustus dulu gue pernah janji apa sama elu?”
“Kamu lupa, K?” Yudi menatap Eka tidak percaya. “Bulan Agustus lalu kamu kan pernah kecelakaan dan aku yang udah nolong kamu, trus kamu bilang mau mengucapkan terima kasih, dan aku bilang 14 februari ini kamu harus kencan sama aku kalau mau kasih ucapan terima kasih.”
Eka menatap Yudi dengan tertegun. Dia sama sekali tidak ingat dengan janji itu, bukan karena dia sengaja ingin melupakan tapi dia nggak serius menanggapi ucapan Yudi. Fikirnya Yudi yang sombong itu nggak bakalan mungkin mau berkencan dengannya. Cewek Yudi itu kan berjibun.
“Ke,kenapa elu mau kencan ama gue, Yud?”
“Apa salah kalau gue pengen kencan sama cewek yang gue suka dari Agustus lalu?”
Eka termangu. Dia tidak pernah menyangka, Yudi akan tertarik padanya saat dia sedang ditimpa musibah. Memangnya darimana Yudi melihat pesona Eka sampai dia jatuh cinta, padahal saat itu suasana sedang tegang.
Eka yang sedang mengendarai motor pinjaman dari teman diserempet orang hingga dia terjungkal dari motornya, karena kebetulan Yudi berada tidak jauh dari lokasi dan merasa mengenal korban, Yudi menolongnya. Eka menganggap itu sikap wajar dari seorang teman. Pantas saja saat di rumah sakit, Yudi rajin menjenguknya.
Disaat Eka sedang merasa kebingungan, muncul Damar dan Tyan yang hendak menjemput pacar mereka. Mereka tidak heran melihat Jono berada disana, karena seingat mereka Jono memang sudah lama tertarik pada Eka, hanya dia tidak berani menyampaikan, mungkin kali ini Jono sudah mulai berani. Tetapi melihat si tengil Yudi, tentu saja mereka merasa aneh.
“Kalian pada ngapain?” Yudi gelagapan bertemu muka dengan Damar dan Tyan. Dia tidak mau terlihat mengejar-ngejar cewek didepan dua saingannya.
“Mereka ini mau ngajak kencan Eka,” jawab Maya.
“Yudi?” Damar dan Tyan menatap Yudi berbarengan.
“Iya, si tengil ini juga tahunya udah lama naksir Eka, Padahal dia biasanya selalu bersikap sombong didepan Eka.”
Damar dan Tyan hanya mengulum senyum. Sikap Yudi memang tidak meyakinkan.
“Trus kamu mau kencan sama siapa, K?” Tyan merasa penasaran.
Maya dan Ina memandang Eka bersamaan. Berharap Eka memberi jawabannya saat ini juga. Eka mungkin tidak akan bisa berkencan dengan Nick, tapi dia malah kedatangan dua cowok sekaligus yang berebut ingin mengajaknya kencan. Mungkin Yudi atau Jono tidak bisa dibandingkan dengan Nick. Tapi yang penting mereka nyata, bukan khayalan.
“Selamat malam.” Sebuah suara yang dikenal oleh Eka hampir membuat jantungnya melompat ke tenggorokan. Cowok yang jangkungnya hampir sama dengan Tyan berdiri diteras. Mata Eka membelalak menyadari kehadiran cowok itu.
“Nick?”
“Hai, Eka, apa kabar?”
“Kok kamu ada disini sih, ngapain? Bukannya kamu kuliah di Aussie.” bukannya menjawab salam Nick, Eka malah bertanya heran. Tentu saja dia heran, tiba-tiba saja makhluk yang membuat Eka membuat berjuta khayalan malah berdiri didepannya.
“Kuliahku udah beres, Non, udah lama kali… emangnya aku nggak boleh ya, pulang ke negaraku sendiri?” Eka benar-benar tidak bisa bicara apa-apa lagi. Dia speechless karena terlalu terkejut. “Aku kesini buat ngajak kamu kencan, sorry mendadak soalnya izin dari Ivan baru turun kemarin, itu juga setengah mati dapetinnya, aku udah janji kok nggak bakal bikin adik kesayangannya nangis, mau kan kencan sama aku?”
Mimpi seperti menjadi kenyataan. Eka sampai tidak bisa menggerakkan bibirnya untuk mengatakan iya, apalagi untuk melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki yang selama ini selalu dicintainya. Eka malah merasa apa yang terjadi sekarang malah bagian dari khayalannya yang baru.
Kalau Ina tidak segera menarik tangan Eka agar bergegas masuk mungkin Eka akan merasa dia sedang bermimpi. Dengan gerakan cepat Ina menghapus jejak-jejak tirai bening yang membekas di pipi Eka, ditutupinya semua itu dengan sapuan kosmetik. Kali ini Eka harus benar-benar tampil cantik, karena sang pangeran impian telah datang.
“Eka sudah siap, ayo cepat kalian berangkat.” Setelah memastikan riasan Eka sudah lebih baik, Ina mendorong Eka agar cepat-cepat pergi ngedate sama Nick. “Pulangnya jangan malem-malem ya….” Eka hanya tersenyum simpul.
Selama ini Eka selalu berkhayal, seandainya ada banyak cowok yang tiba-tiba mengajaknya berkencan. Dan malam ini apa yang dikhayalkannya malah jadi kenyataan. Eka memang merasa bersalah pada Jono dan Yudi, tapi hatinya merasa bahagia karena ada Nick. Semoga saja Jono dan Yudi mau mengerti dan memaafkannya.
Dengan wajah ceria Eka melambaikan tangan pada kedua sahabatnya sebelum dia masuk ke dalam mobil, yang pintunya dibukakan oleh Nick. Eka merasa seperti seorang putri yang tiba-tiba dijemput pangeran impian dari sebuah menara tak berpintu.
(cerita ini dibuat sewaktu zaman valentine belum dilarang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar