“Valentine
ntar lu bakal rayain ama siapa, K, Nick bakal pulang ga?” Ina memerhatikan Eka
yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Eka
mendesah.
Kurang dari
seminggu lagi tanggal 14, hari yang dinanti-nanti oleh ABG terutama anak
perempuan, apa lagi kalau bukan valentine tentunya. Hari kasih sayang. Ah,
konyol sekali rasanya jika kasih sayang hanya diperingati sekali dalam setahun,
kalau kita mau, kasih sayang bisa saja diperingati setiap hari. Hanya karena St. Valentine sering menjodoh-jodohkan orang lantas hari
lahirnya diperingati sebagai hari Valentine.
Tahun ini
Maya, teman satu kost-nya, akan melewatkan Valentine-nya lagi dengan Dimas, dan
mereka pasti akan merayakan Valentine sambil merayakan hari jadian mereka.
Siapa yang akan menyangka kalau Maya dan Dimas bisa bertahan sampai setahun,
Maya yang biasanya cepat bosan ternyata bisa awet juga sama si kutu komputer –
Dimas demen banget berselancar dengan internetnya, makanya teman-teman
menjulukinya kutu komputer.
Sementara
Ina yang dua bulan lalu masih jomblo, ternyata berhasil juga ngegebet kapten
tim basket sekolah mereka. Bikin para penggemar si duta sekolah patah hati.
Habis syarat untuk menjadi pacar Ina itu susah, dia ingin pacar yang tingginya
sepuluh senti diatasnya sedangkan Ina sendiri tingginya mencapai 170, makanya
yang berhasil ngegebet Ina cuma Tyan, cowok paling jangkung di sekolah.
Tapi Eka
sama sekali nggak punya rencana untuk menghabiskan malam valentine ini dengan
siapapun, termasuk Nick. Walaupun cowok yang sedang kuliah di Aussie itu telah
menjadi kekasihnya sejak tahun lalu.
“Nggak
mungkin Nick bakalan pulang, gue ga yakin.” Eka masih meneruskan kegiatannya
mengeringkan rambut dengan handuk. Nggak ada hairdryer di tempat kost, kerena
mereka harus menghemat pengeluaran.
“Tahun lalu
Nick pulang kan ?
Elu bersenang-senang sama dia.” Maya ikut nimbrung.
“Iya, tahun
kemarin dia datang, gue pikir dia ga bakalan balik.”
“Siapa tahu
sekarang juga dia bakal kasih surprise lagi buat lu dengan pura-pura nggak
pulang… ah, nyesel gue waktu dia pulang ga sempet lihat padahal gue penasaran
pengen lihat mukanya kayak apa, dari situ dia ga pernah pulang lagi ya, apa lu
ga papa ditinggalin terus sama cowok lu begini?”
“Kado dan
bunga dari Nick kan
selalu datang.” Maya malah yang menjawab.
Lalu belum
sempat Eka memberikan pendapatnya tentang cowoknya yang berada diluar negeri,
pintu rumah kontrakan mereka ada yang mengetuk. Ina lalu berjalan ke depan
untuk membukakan pintu.
“Gue ga
butuh kado karena gue ga pacaran sama kado,” tukas Eka kesal.
“Duh… datang
lagi nih bingkisan dari Nick.” Ina menyela dua menit kemudian. “Tadi ada kurir
yang kirim kado ini.” Diserahkannya kotak berpita soft pink pada Eka.
Eka
mengangkat alisnya, digantungkannya handuk basahnya di tempat jemuran. Kemudian
dia meraih sisir untuk merapikan rambutnya. “Buka gih,” ujarnya pada
teman-temannya.
Mereka lalu
membantu Eka membuka bingkisan dari Nick. Tidak ada alamat pengirim dan
bingkisan diantar jasa kurir, tidak beralamatkan dari Aussie seperti yang biasanya.
Ina dan Maya terkejut ketika melihat isinya, sebuah dress berwarna gading.
Dress cantik yang pernah mereka lihat di salah satu etalase toko, bagaimana
mungkin Nick yang berada di Aussie tahu baju ini pernah menghipnotis Eka
sesaat.
“Cindy,” desis
Eka. “Dia pasti yang kasih tahu Nick kalo gue suka baju ini.”
“Adiknya
Nick itu? Elu cerita sama dia?”
“Gue pernah
jalan ama dia beberapa kali dan lihat gue sering berhenti depan etalase toko
baju ini.”
Wuih,
perhatian sekali adiknya Nick itu sampai tahu apa yang disukai pacar Kakaknya,
lalu menyampaikannya pada Nick agar mau membelikan dress ini untuk kekasihnya
yang berada jauh di Indonesia .
Mereka tadi sempat berpikir Nick ada di Indonesia , mungkin dia sudah pulang
tanpa sepengetahuan Eka, buat surprise.
“Jangan-jangan
Nick pengen elu pakai baju ini ke suatu tempat, lalu kalian berdua merayakan
valentine, siapa tahu dia ngajak elu ke resto, K.”
“Ga mungkin,
My, dia ga bakalan seromantis itu.”
“Eh, kata
siapa, ini ada kartu dari Nick, katanya ‘valentine nanti, aku tunggu kamu di
kafe Casabalanca, pakai dress ini ya’.” Dengan suara keras Ina membacanya.
“Tapi kok dia ga jemput sih?”
“Nah itu
yang gue ga suka, makanya gue ga bakalan datang, lagian kan tadi gue udah bilang, gue ga butuh kado
karena gue ga pacaran sama kado.” Tapi meski Eka mengatakan itu, dia tetap
merampas bingkisan itu dari tangan Ina.
“Tahun
kemarin katanya Nick datang bawa Jazz, emang Nick kayak apa sih?” Ina melirik
Maya. “Apa dia cowok tajir?”
“Mana gue
tahu, kan
kita sama-sama belum pernah ketemu Nick, kita cuma denger Nick dari cerita si
Eka aja, kayaknya sih emang tajir, kalau ga mana mungkin sih dia utus adiknya
buat beliin dress? udah gitu pasti ganteng deh, hem… tipe tukang selingkuh,
jangan-jangan di Aussie sana
dia emang udah selingkuh.”
“Hush.
Jangan gitu, My, masa lu doain temen sendiri?”
“Gimana
kalau kita ke kafe Casablanca
aja malam nanti buat lihat Nick.”
Usul yang
bagus.
***
![]() |
sumber gambar : Indopos.co.id |
Apa malam
valentine ini akan dia lewati seorang diri lagi? Bikin jemu saja. sementara
teman-temannya menghabiskan malam valentine mereka bersama dengan kekasihnya,
sedangkan dia? Malam valentine hanya tinggal beberapa jam lagi, tapi tidak ada
rencana yang dibuatnya untuk melewatkan malam valentine, andai saja Nick
tiba-tiba muncul di depannya memberi kejutan… tapi jelas itu nggak mungkin!
Kenapa sih
harus ada hari valentine segala, dan kenapa harus dirayakan. Padahal sudah ada
larangan merayakan valentine tapi masih ada aja yang merayakannya. Kasihan yang
jomblo kan ?
Emang sih valentine ga harus dirayakan sama pacar, tapi buat Eka yang jauh dari
orang tua, dia nggak bisa merayakan valentine dengan keluarganya, sedangkan
teman-teman dekatnya merayakan valentine dengan pacar masing-masing, lalu
pacar? Hem…. Rasanya lengkap sudah penderitaan Eka valentine ini.
Kalau saja
ada lubang atau gua, Eka ingin sekali setiap hari valentine atau malam minggu,
dia sembunyi di gua untuk menenangkan dirinya, biar nggak iri sama cewek-cewek
yang bisa melewatkan malam minggu sama pacar. Atau andai saja di dunia ini ada
undang-undang yang melarang pacaran di depan jomblo (mau jomblo karena ga punya
pacar atau jomblo karena pacarnya jauh jadi ga bisa sering menemani). Pasti ga
bakal ada yang merasa iri lagi. Tapi yah, itu sama saja ama merampas hak asasi
orang berpacaran.
Atau
sekalian saja dia bikin komunitas, perkumpulan para jomblo atau ikatan para
jomblo. Tapi, ah… mana ada orang yang mau daftar jadi anggota, mana ada sih
yang mau mengakui kalau dirinya jomblo, pasti gengsi.
“Eka!” suara
khas Jono yang cempreng macam cewek memanggilnya. Eka lalu menoleh. Cowok kurus
berkacamata dengan penampilan rambut harajukunya berlari menghampiri.
“Hai, Jon!
Tumben jam segini baru muncul.” Eka meninju lengan Jono pelan. Biarpun agak
nyentrik tapi Jono termasuk cowok yang rajin dan pintar di sekolah.
“Aku nunggu
kamu.” Alis Eka menaik. Jono menunggunya, ada apa? “Malam ini….”
Eka sama
sekali tidak bisa mendengar kelanjutan pembicaran Jono karena tiba-tiba deru
suara motor Yudi membelah halaman sekolah. Sesaat Eka menoleh ke samping
memerhatikan motor sport Yudi melaju dengan sombongnya. Dasar anak orang kaya,
motornya aja sampai ikut-ikutan sombong.
“Jam delapan
ya, K.” Eka tertegun mendengar akhir pembicaraan Jono. Dia hampir lupa sedang
berbicara dengan si nyentrik gara-gara perhatiannya teralihkan dengan kemunculan
Yudi. “Eka, jawab dong….” tuntut Jono.
“Oh, iya…
iya…” Tidak punya pilihan lain, Eka hanya bisa mengiyakan.
Jono
tersenyum senang. “Thank’s, K.” kemudian dia berlari pergi meninggalkan Eka
yang masih tertegun.
***
“K, tadi
Yudi nelepon nyariin elu.” Tiba-tiba Ina memberi berita yang mengejutkan ketika
Eka baru saja muncul ditempat kost. “Katanya dia udah SMS dari tadi tapi ga
dibales.” Eka baru ingat, hapenya sejak tadi memang dia silent biar dia nggak
usah dengar ocehan teman-temannya yang sengaja menelepon untuk memberitahukan
dengan siapa mereka kencan.
Pasti
ujung-ujungnya juga mereka pasti akan menyinggungnya dengan mengatakan. “K,
kapan sih elu berenti jadi jomblo.” atau “K, emang Nick itu nyata ya, kok elu
ga pernah kenalin sih sama kita-kita?” atau yang lebih parah lagi, mereka
bilang. “K, kapan elu baligh kok sampe sekarang elu ga punya pacar aja,
jangan-jangan hormon elu kebalik.” Buset deh, emangnya hormon terbalik itu
macam apa yah?
Tapi meski
Ina sudah memberikan kabar mengherankan itu, Eka tetap tidak memerdulikannya.
Apa sih maunya si Yudi, paling-paling mau nagih hutang yang entah kapan pernah
dia lakukan. Si Yudi emang sarapnya suka kumat, suatu hari tiba-tiba saja dia
pernah bilang, “Eka, elu punya utang sama gue, suatu hari gue pasti bakal nagih
utang lu.” Emangnya kapan juga lagi dia pernah minjem uang sama cowok sombong
itu? Mentang-mentang anak ketua yayasan!
“Dia bilang
elu punya utang sama dia, utang apaan sih? Dia bilang malem ini elu harus
bayar, ngapain juga sih berurusan sama Yudi?”
“Gue aja
sendiri ga inget pernah berurusan sama dia, jadi kapan gue pernah punya utang
sama dia ya gue ga inget, kalo emang gue punya utang, ga mungkin sih gue lupa.”
Ina hanya mengangkat bahu karena dia sendiri juga nggak mengerti.
***
Dari jam
empat sore, Maya dan Ina sudah sibuk mempersiapkan segalanya dengan sesempurna
mungkin. Tapi Eka malah acuh tak acuh saja, dia asik baca novel sambil
telungkup.
“K, minta
perfume dong, punya gue abis nih.” Ina menerobos masuk.
“Ambil.” Eka
menyahut tanpa melepaskan matanya dari novel.
“Lu serius
ga bakalan temuin Nick, K?”
“Gue kan pernah bilang.”
“Jangan gitu
dong… emang lu ga kangen sama Nick, kalian kan udah lama ga ketemu.” Maya muncul
diambang pintu. “Ayo sini gue dandanin lu, mumpung masih ada waktu.”
Eka
benar-benar tidak bisa terus-terang sebenarnya tidak ada Nick. Semua itu hanya
khayalannya semata, dia memang telah terlalu berlebihan menceritakan kisah
cintanya yang tidak pernah terjadi bersama Nick.
Nick emang
bukan hanya sekadar cowok imajinasinya semata, sosok nyatanya memang ada. Cowok
itu teman SMA Ivan, Kakak cowok Eka, cinta terpendamnya yang ga pernah bisa
tersampaikan. Dulu Eka masih kecil dan sangat pemalu untuk berterus-terang pada
Nick, sampai cowok itu pergi ke Melbourne
karena mendapat beasiswa kuliah disana. Lagipula Ivan juga sangat melarang dia
dekat dengan teman-temannya.
Sejak dulu
Eka sering berkhayal andai Nick menjadi pacarnya, dan sering berimajinasi
menghabiskan waktu berdua dengan Nick. Sampai tidak terasa khayalannya itu
meresap ke dalam hatinya, dan dia selalu merasa Nick sebagai kekasihnya.
Kiriman kado, bunga, dan termasuk dress yang dikirimkan Nick untuknya berasal
dari kantongnya sendiri. Dia berpura-pura seolah Cindy yang membelikan.
Dia sampai
sengaja meminta Kakak perempuannya yang juga tinggal di Melbourne
untuk mengirimkan barang-barang itu dari sana ,
hanya untuk menyakinkan teman-temannya bahwa kiriman itu memang berasal dari
Nick. Dia selalu mengarang cerita apapun soal kisah asmaranya dengan Nick,
sepertinya dia berbakat jadi pengarang.
Dia
melakukan itu semata karena tidak mau disebut jomblo, dari SMP sampai dia kelas
dua SMA, Eka nggak pernah punya pacar. Dia merasa malu sekaligus iri sama
teman-temannya, terkadang dia pun berandai-andai tiba-tiba saja banyak cowok
yang mengajaknya kencan. Sekarang Eka tidak bisa berterus-terang pada Maya dan
Ina dengan kebohongan itu.
***
Eka
terkesiap melihat bayang wajahnya dibalik cermin, kedua temannya sudah
menyulapnya sedemikian rupa hingga dia terlihat sangat cantik. Rambut
panjangnya yang sudah dikeriting, diikat dengan rapi. Wajahnya yang jarang
sekali bersentuhan dengan kosmetik selain bedak dan pelembab, telah diberi
warna sana-sini hingga tampak beda. Tubuhnya pun sudah berbalut dress –
pemberian Nick. Benarkah bayangan cermin ini dirinya?
Ina
tersenyum puas melihat hasil karya keroyokannya bareng Maya. Eka yang selalu
tampil apa adanya ini berubah jadi sangat feminin. Memang hebat efek kosmetik
buat cewek. Tapi Eka sudah tidak dapat menahan air matanya lagi, dia merasa
sangat bersalah pada kedua sahabatnya ini. Kebohongannya sudah benar-benar
tidak bisa dimaafkan lagi.
“Ina…!
Maya…! Maafin gue….” Seketika Eka menangis sesegukan. Membuat Ina dan Maya
tertegun melihatnya.
“Elu kenapa,
K? kok nangis sih? Elu ga perlu merasa terharu sampe nangis begitu,” bujuk Ina
sambil menepuk bahu Eka.
“Maafin gue…
gue selama ini udah bohong sama kalian.” Air mata Eka masih mengalir deras.
Dengan berat
hati Eka pun akhirnya berterus-terang. Dia sudah tidak perduli lagi meski
nantinya Maya dan Ina akan menertawakannya, akan lebih baik jika dia tidak
terus menutupi kebohongannya dengan kebohongan yang baru lagi. Bukankah
keterus-terangan malah akan lebih indah. Dan Eka pun sudah tidak perduli meski
nantinya Ina ataupun Maya berbalik jadi benci padanya, karena dia sudah
berbohong.
“Udahlah, K…
elu ga perlu nangis gitu, gue ngerti kok perasaan elu.” Maya memberikan pelukan
pada Eka, meyakinkan sahabatnya bahwa dia tidak akan marah meski sahabatnya
sudah berbohong.
Memang
sangat tidak menyenangkan dibohongi teman sendiri, tetapi akan lebih tidak
menyenangkan lagi jika harus memusuhi teman. Toh kesalahan Eka hanyalah karena
dia tidak bisa berterus-terang dengan kejombloannya, dan mereka pun merasa
terhibur setiap kali mendengar dongeng-dongeng Eka yang selalu indah tentang
kisah cintanya dengan Nick.
“Udah… udah…
stop nangisnya, gue buka pintu dulu ya.” Ina lalu keluar setelah terdengar
bunyi ketukan pintu yang bersahut-sahutan.
Kurang dari
dua menit Ina sudah kembali ke kamar Eka yang berada di tengah-tengah rumah
dengan tergesa-gesa, membuat Maya dan Eka keheranan melihatnya.
“Ada apa, Na, kaya abis
lihat maling aja.”
“Diluar ada
Yudi sama Jono lagi berantem.”
“Yudi sama
Jono berantem?” Eka dan Ina menyahut kompak sambil saling bertatapan. Kemudian
bergegas mereka bertiga keluar untuk melihat situasi.
“Eh,
apa-apaan ini.” Secepatnya Eka melerai mereka yang lagi saling jambak kerah sok
jagoan. Ditangan mereka sudah menenteng buket bunga. “Elu berdua pada ngapain
sih berantem di depan rumah orang, malu sama tetangga, kalau ada yang ngelapor
sama induk semang, kita yang bakal dimarahin tahu.”
“Kamu juga
sih, tadi pagi kan kita udah janji kencan malam valentine ini, aku udah bilang
malam ini aku pengen kencan sama kamu, aku jemput kamu jam delapan, tapi kenapa
kamu malah janjian juga sama si brengsek Yudi padahal kamu tadi udah bilang
iya.” Jono merutuk kesal.
“Oh, jelas
elu yang kegeeran, Jon, Eka udah bikin janjinya sama gue dari bulan Agustus
lalu.”
“Stop!
Kalian udah gila ya, gue nggak ngerasa pernah janjian ama kalian, emm…” Sejenak
Eka terdiam. “Sorry Jon, sebenarnya tadi pagi gara-gara motor Yudi yang muncul
tiba-tiba, gue sama sekali nggak denger elu ngomong apa, gue cuma denger elu
ngomong. ‘malam ini jam delapan’ tapi kelanjutannya gue nggak tahu, gue bilang
aja iya biar cepet beres tapi gue nggak ngira kalau elu bakal jemput gue buat
kencan malam ini.”
Jono
terhenyak. Ditatapnya Eka dengan perasaan kecewa. Tidak disangkanya pagi tadi
Eka sama sekali tidak memerhatikan kata-katanya, padahal dia sudah
berbunga-bunga bahagia karena bisa berkencan dengan Eka.
“Dan elu juga,
Yud, emang bulan Agustus dulu gue pernah janji apa sama elu?”
“Kamu lupa,
K?” Yudi menatap Eka tidak percaya. “Bulan Agustus lalu kamu kan pernah
kecelakaan dan aku yang udah nolong kamu, trus kamu bilang mau mengucapkan
terima kasih, dan aku bilang 14 februari ini kamu harus kencan sama aku kalau
mau kasih ucapan terima kasih.”
Eka menatap
Yudi dengan tertegun. Dia sama sekali tidak ingat dengan janji itu, bukan
karena dia sengaja ingin melupakan tapi dia nggak serius menanggapi ucapan
Yudi. Fikirnya Yudi yang sombong itu nggak bakalan mungkin mau berkencan
dengannya. Cewek Yudi itu kan
berjibun.
“Ke,kenapa
elu mau kencan ama gue, Yud?”
“Apa salah
kalau gue pengen kencan sama cewek yang gue suka dari Agustus lalu?”
Eka
termangu. Dia tidak pernah menyangka, Yudi akan tertarik padanya saat dia
sedang ditimpa musibah. Memangnya darimana Yudi melihat pesona Eka sampai dia
jatuh cinta, padahal saat itu suasana sedang tegang.
Eka yang
sedang mengendarai motor pinjaman dari teman diserempet orang hingga dia terjungkal
dari motornya, karena kebetulan Yudi berada tidak jauh dari lokasi dan merasa
mengenal korban, Yudi menolongnya. Eka menganggap itu sikap wajar dari seorang
teman. Pantas saja saat di rumah sakit, Yudi rajin menjenguknya.
Disaat Eka
sedang merasa kebingungan, muncul Damar dan Tyan yang hendak menjemput pacar
mereka. Mereka tidak heran melihat Jono berada disana, karena seingat mereka
Jono memang sudah lama tertarik pada Eka, hanya dia tidak berani menyampaikan,
mungkin kali ini Jono sudah mulai berani. Tetapi melihat si tengil Yudi, tentu
saja mereka merasa aneh.
“Kalian pada
ngapain?” Yudi gelagapan bertemu muka dengan Damar dan Tyan. Dia tidak mau
terlihat mengejar-ngejar cewek didepan dua saingannya.
“Mereka ini
mau ngajak kencan Eka,” jawab Maya.
“Yudi?”
Damar dan Tyan menatap Yudi berbarengan.
“Iya, si
tengil ini juga tahunya udah lama naksir Eka, Padahal dia biasanya selalu
bersikap sombong didepan Eka.”
Damar dan
Tyan hanya mengulum senyum. Sikap Yudi memang tidak meyakinkan.
“Trus kamu
mau kencan sama siapa, K?” Tyan merasa penasaran.
Maya dan Ina
memandang Eka bersamaan. Berharap Eka memberi jawabannya saat ini juga. Eka
mungkin tidak akan bisa berkencan dengan Nick, tapi dia malah kedatangan dua
cowok sekaligus yang berebut ingin mengajaknya kencan. Mungkin Yudi atau Jono
tidak bisa dibandingkan dengan Nick. Tapi yang penting mereka nyata, bukan
khayalan.
“Selamat
malam.” Sebuah suara yang dikenal oleh Eka hampir membuat jantungnya melompat
ke tenggorokan. Cowok yang jangkungnya hampir sama dengan Tyan berdiri diteras.
Mata Eka membelalak menyadari kehadiran cowok itu.
“Nick?”
“Hai, Eka,
apa kabar?”
“Kok kamu
ada disini sih, ngapain? Bukannya kamu kuliah di Aussie.” bukannya menjawab
salam Nick, Eka malah bertanya heran. Tentu saja dia heran, tiba-tiba saja
makhluk yang membuat Eka membuat berjuta khayalan malah berdiri didepannya.
“Kuliahku
udah beres, Non, udah lama kali… emangnya aku nggak boleh ya, pulang ke
negaraku sendiri?” Eka benar-benar tidak bisa bicara apa-apa lagi. Dia
speechless karena terlalu terkejut. “Aku kesini buat ngajak kamu kencan, sorry
mendadak soalnya izin dari Ivan baru turun kemarin, itu juga setengah mati
dapetinnya, aku udah janji kok nggak bakal bikin adik kesayangannya nangis, mau
kan kencan
sama aku?”
Mimpi seperti
menjadi kenyataan. Eka sampai tidak bisa menggerakkan bibirnya untuk mengatakan
iya, apalagi untuk melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki yang selama ini
selalu dicintainya. Eka malah merasa apa yang terjadi sekarang malah bagian
dari khayalannya yang baru.
Kalau Ina
tidak segera menarik tangan Eka agar bergegas masuk mungkin Eka akan merasa dia
sedang bermimpi. Dengan gerakan cepat Ina menghapus jejak-jejak tirai bening
yang membekas di pipi Eka, ditutupinya semua itu dengan sapuan kosmetik. Kali
ini Eka harus benar-benar tampil cantik, karena sang pangeran impian telah
datang.
“Eka sudah
siap, ayo cepat kalian berangkat.” Setelah memastikan riasan Eka sudah lebih
baik, Ina mendorong Eka agar cepat-cepat pergi ngedate sama Nick. “Pulangnya
jangan malem-malem ya….” Eka hanya tersenyum simpul.
Selama ini
Eka selalu berkhayal, seandainya ada banyak cowok yang tiba-tiba mengajaknya
berkencan. Dan malam ini apa yang dikhayalkannya malah jadi kenyataan. Eka
memang merasa bersalah pada Jono dan Yudi, tapi hatinya merasa bahagia karena
ada Nick. Semoga saja Jono dan Yudi mau mengerti dan memaafkannya.
Dengan wajah
ceria Eka melambaikan tangan pada kedua sahabatnya sebelum dia masuk ke dalam
mobil, yang pintunya dibukakan oleh Nick. Eka merasa seperti seorang putri yang
tiba-tiba dijemput pangeran impian dari sebuah menara tak berpintu.
(cerita ini dibuat sewaktu zaman valentine belum dilarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar