Taemin melirik tiga dara cantik yang berjalan dari
arah berlawanan sambil berbisik-bisik kemudian sesekali mereka melirik ke
arahnya. Refleks Taemin melepaskan pegangan tangannya dari sang kekasih, Min
Ho, dia tahu apa yang sedang diperhatikan tiga gadis itu juga apa yang sedang
mereka bisik-bisikkan. Pandangan jijik sekaligus mengejek seolah Taemin
merupakan makhluk luar angkasa menyebalkan yang bisa mengaduk-aduk perut mereka
lantas menumpahkan isinya.
Pacaran dengan Minho memang salah, seharusnya dari awal
dia menyadari hal itu. Tetapi Minho yang begitu giat mendekatinya, yang meski
telah ditolak berkali-kali tapi tetap tak perduli, sang pejuang cinta sejati
telah meluluhkan hati Taemin. Dengan segenap cinta yang dia miliki untuk Minho,
Taemin pun menerima cinta sang kekasih.
Tapi beginilah sekarang mereka, dipandang aneh jika
sedang bergandengan tangan. Menjijikan. Mungkin itu yang ada dalam pikiran
semua orang. Tidak pantas. Tidak layak dan mereka pasti mencibir.
Tapi lain hal dengan Minho, saat dia menyadari
kekasihnya melepaskan tangannya, Minho malah menarik kembali tangan kekasihnya
agar tetap menggandeng lengannya, malah dia tidak segera melepaskan sebelah
tangannya yang lain dari tangan Taemin sehingga dia tidak bisa melepaskan
lengan Minho.
Sejenak Taemin memandang ke arah Minho meminta pria
itu untuk melepaskannya tapi Minho hanya tersenyum lembut kepadanya, seolah
senyum itu mengatakan “Biarkan saja orang berfikir apa tentang kita, Sayang,
aku tetap mencintaimu.” Seketika wajah Taemin bersemu merah ketika memerhatikan
senyum Minho yang selalu mampu membuat perempuan manapun jadi pingsan.
***
“Taemin, kamu kenapa pagi-pagi sudah cemberut
begitu?” Amber yang menyadari sikap Taemin yang tidak biasa itu lalu
menghampiri.
Wajahnya tampak lesu, berkali-kali dia menarik nafas
gelisah padahal matahari saja masih jauh dari atas kepala tapi Taemin seperti
baru saja menghadapi Ujian Akhir Semester yang membuatnya tak yakin dengan
nilai-nilai yang dia peroleh.
“Amber, menurut kamu aku ini pantes nggak sih
pacaran sama Minho?”
Amber menaikkan alisnya lalu dengan diplomatis dia
menjawab, “nggak.” Taemin pun terkesiap. Jadi Amber juga berpendapat dia tidak
pantas pacaran dengan Minho? “Kamu pantesnya pacaran sama Suli.” Amber
terkikik.
“Amber, nggak lucu tahu!” tukas Taemin kesal.
“Apa ini yang nggak lucu? Tadi kudengar kamu
sebut-sebut namaku, Amber.” Si cantik Suli menghampiri mereka. Taemin lalu
tersenyum ke arah Suli.
Suli memang luar biasa cantik. Rambutnya panjang dan
indah. Tubuhnya meliuk-liuk seperti jalan pedesaan dan kulitnya benar-benar
halus. Dia benar-benar feminin, membuatmu jadi merasa ingin memasukkannya dalam
toples agar dia tidak terbang.
Taemin lalu menyeringai, mungkin Amber benar,
seharusnya dia pacaran dengan Suli dan bukannya dengan Minho, jadi orang-orang
tidak akan menganggap mereka aneh.
“See… kamu emang pantesnya pacaran sama Suli dari pada
Minho.” Amber mendorong Suli agar berdiri lebih dekat dengan Taemin, kemudian
membelalak saat melihat mereka tampak serasi satu sama lain. “Like Prince and
Princess.”
“Amber, berhentilah mengolok-olok Taemin seperti
itu.” Suli menengahi. “Siapa bilang kamu nggak pantes pacaran sama Minho,
mereka itu cuma iri saja,” ujarnya seraya membelai wajah Taemin. “Kamu cantik,
Taemin.”
“Cantik dari mana? Dia kan tampan, jangan suka
menghibur orang dengan mengatakan kebalikannya, Suli.”
“Amber!” bentak Suli. Padahal dia sedang berusaha
membesarkan hati Taemin untuk mengembalikan rasa percaya dirinya, tapi Amber
malah mengacau.
Amber hanya terkikik lalu segera kabur sebelum tas
Suli menghantam badannya.
“Yang harus kamu lakukan bukan menolak Minho dan menghindarinya,
tapi mengubah isi kepala kamu yang jelas-jelas salah ini,” terang Suli lembut
seraya menyentuh pelipis Taemin dengan jarinya. “Aku pasti akan membantu kamu.”
Taemin memaksakan sebuah senyum.
Selain cantik, Suli memang baik hati. Semua orang tahu
itu. Jika diperlakukan lembut terus seperti ini oleh Suli, bisa-bisa Taemin
jatuh cinta juga padanya.
***
Taemin berdiri dengan perasaan rikuh. Berkali-kali
dia menggerak-gerakkan bahunya. Merasa tak pantas memakai pakaian berbahan
linen yang dipilihkan Suli untuk dikenakannya di kencannya dengan Minho sore
ini. Sesekali dia juga membelai-belai bagian depan rambut dengan potongan pendeknya
yang kini terasa lembut di jemarinya.
“Sudah, jangan salah tingkah terus seperti itu,”
gumam Suli. “Aku yakin Minho akan terpesona kali ini.”
“Tapi ini salah, Suli.” Taemin menggigit bibirnya.
Hanya agar orang lain tidak melihat mereka sebagai
pasangan yang aneh, Suli menyarankan agar dia memakai pakaian perempuan. Taemin
tentu saja menolak mentah-mentah awalnya. Dia harus memakai pakaian perempuan,
jelas itu tidak mungkin! Tapi Suli bersikeras sampai mereka sempat berdebat di
toko baju.
Suli lalu memilihkan blouse linen warna putih yang
dipadankan dengan rok ketat warna turquoise
berbahan sama. Bukan hanya itu saja Suli juga memakaikan jepit rambut
kecil untuk menahan poninya agar tidak mengenai dahi, setelah Suli berhasil
membujuknya melakukan masker rambut di sebuah salon terkenal. Suli juga
memilihkan sepatu cantik berhak tinggi dengan warna yang senada roknya.
Taemin sendiri merasa sempat asing pada dirinya
ketika dia memandangi cermin untuk pertama kali. Sosok yang ada dibalik cermin
tampak sangat berbeda dari dirinya yang sesungguhnya, cantik, mirip sekali
perempuan. Tapi dibalik rasa terperangahnya dengan penampilannya yang berbeda
kini, hati Taemin menyimpan sejuta kegelisahan.
“Minho pasti tidak suka. Minho pasti tidak suka.”
Itu terus yang digumamkan Taemin sejak dia keluar dari salon. Dia gelisah bukan
main.
Melihat kegelisahan luar biasa yang tampak di wajah
Taemin, Suli merangkul Taemin dengan lembut sambil terus menenangkannya.
“Taemin?” suara jantan dan maskulin yang amat,
sangat dikenal Taemin menyapanya. Sontak Taemin menegang saat melihat Minho
berdiri dengan radius satu meter didepannya. Mata Minho membelalak dan mulutnya
menganga saat melihat Taemin membuat Taemin semakin serba salah.
Katakan sesuatu,
bisik
hati Taemin resah.
Dengan masih diselimuti keterkejutan di matanya,
Minho mendekat. Dia lalu mengangkat dagu Taemin dengan jarinya agar bisa
menatap mata Taemin. Minho benar-benar terpesona melihat Taemin yang dibungkus
lembut oleh blouse linen. Raut wajahnya yang halus, bagai peri, bibirnya yang
lembut berwarna pink mengundang sebuah ciuman.
Mata Taemin yang kelopaknya telah diberi warna-warna
lembut, membelalak, seakan dia sedang menghadapi sesuatu yang dia takuti.
Taemin luar biasa cantik, putus Minho.
“Cantik,”
bisik Minho.
Terperangkap tatapan Minho, wajah Teamin merona.
“Jangan mengejekku, aku tidak pernah pantas memakai pakaian seperti ini.”
Dahi Minho mengerut dan matanya menegas. Dia sedang
memuji tapi kenapa Taemin mengatakan sebaliknya. “Kamu cantik memakai setelan
ini, Taemin, karena kamu perempuan, aku selalu ingin melihatmu memakai pakaian
seperti ini tapi kamu memaksa dirimu berpakaian laki-laki, memotong rambutmu
sangat pendek dan memakai sepatu kets.”
“Karena aku merasa percaya diri jika memakai pakaian
seperti itu.” Taemin membela diri.
Taemin memang memiliki krisis kepercayaan diri
tingkat lanjut, stadium 4, yang sudah menjangkit bukan hanya pikiran, hati
tetapi seluruh tubuhnya, gara-gara dia memiliki tubuh tinggi dan sedikit macho
untuk ukuran perempuan meski memiliki wajah yang sangat cantik. Karena itu
Taemin selalu berpenampilan layaknya laki-laki hingga dia mengikuti ekstra
kurikuler karate sejak SMP.
Tapi seperti apapun Taemin sesungguhnya Minho tetap
menyukainya. Tak perduli dia berpenampilan laki-laki ataupun perempuan. Tak
perduli meski orang-orang menganggap mereka gay bila sedang jalan bersama.
“Inilah Taemin yang memiliki krisis percaya diri
tingkat lanjut, tapi seperti apapun penampilanmu, aku tetap mencintaimu.”
Wajah Taemin merona. Dia terpesona dengan kata-kata
Minho. Bukan hanya pada kata-katanya tapi dia terpesona pada Minho sendiri.
Pada ketampanan wajahnya. Pada kemaskulinas yang terkuar dari dirinya.
“Aku juga mencintaimu, Minho.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar